Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Senin, 18 Agustus 2014

Memperbaiki Iklim Kerja dengan "SARAH"


Kepemimpinan yang tidak konsisten dan arogan banyak menyebabkan konflik antardepartemen. Bagaimana memperbaiki iklim kerja yang tidak sehat tersebut? Apakah perlu restruktur organisasi atau ada saran lain?

Kerjasama atau komitmen tim dan kejelasan merupakan faktor-faktor yang menentukan baik-buruknya iklim kerja. Jika pemimpin menunjukkan perilaku yang menyebabkan kerjasama/komitmen tim menjadi buruk dan muncul banyak ketidakjelasan, maka sudah pasti akan berdampak pada menurunnya iklim kerja, dan pada ujungnya akan berdampak pada turunnya kinerja perusahaan. 
Kita sendiri dapat merasakan, jika atasan kita membuat tidak jalannya kerjasama dengan pihak lain di internal perusahaan (misalnya dengan bagian/departemen lain), maka kita sebagai bawahan akan kena getahnya karena menjadi sulit untuk berhubungan dengan bagian/departemen tersebut untuk menyelesaikan pekerjaan kita. Akhirnya, karena pekerjaan kita sulit diselesaikan karena hal-hal non teknis (hubungan kerja) tadi, padahal secara teknis kita mampu, maka kita akan kesal. Kekesalan yang terus menerus akan membuat semangat kerja kita turun. Pada saat seperti inilah iklim kerja sebenarnya sudah "rusak", dan dapat dipastikan dampaknya akan membuat kinerja perusahaan turun.

Faktor-faktor lain yang biasanya mempengaruhi iklim kerja adalah fleksibilitas (apakah banyak atau tidak aturan-aturan yang tidak perlu di dalam organisasi), delegasi tanggung jawab (apakah pemberdayaan tanggung jawab cukup diberikan untuk penyelesaian pekerjaan), standar (apakah ada penekanan pada pencapaian standar kinerja yang tinggi), dan penghargaan (apakah ada penghargaan dan pengakuan yang dikaitkan dengan pencapaian kinerja).
Lalu, jikalau iklim kerja sudah tidak sehat, bagaimana memperbaikinya?
Perubahan iklim kerja banyak menyangkut perubahan gaya kepemimpinan, dan perubahan gaya kepemimpinan banyak menyangkut perubahan kompetensi perilaku. Nah, kita tahu bahwa perubahan perilaku pada diri manusia adalah hal yang tidak gampang. Pada tataran knowledge (tahu) dan skill (mampu), kita dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan orang tersebut, sehingga dia memahami pentingnya menerapkan berbagai gaya kepemimpinan sesuai dengan situasinya.
Pelatihan kepemimpinan dan job coaching (assignment, rotation, mentoring, shadowing) dapat dilakukan untuk mengasah kemampuan kepemimpinan ini. Tapi, yang paling sulit adalah faktor kemauan dari pemimpin ini untuk mengubah perilakunya sehingga tidak lagi arogan dan tidak konsisten. Untuk hal ini perlu dikembangkan kompetensi perilakunya dalam hal kerjasama tim, hubungan interpersonal, integritas (walk the talk, konsisten) dan orientasinya pada keteraturan.
 Pengembangan kompetensi (kepemimpinan) dapat dilakukan dengan coaching dan counseling, dan change management program yang melibatkan semua jajaran management (top dan menengah). Dalam change management program ini akan dicapai hal-hal seperti: kesadaran akan dampak negatif dari perilaku-perilaku selama ini; komitmen untuk mengubah kondisi negatif tersebut; kesepatakan bersama akan target kondisi yang diinginkan; kesadaran bersama akan kesenjangan yang ada antara kondisi yang diharapkan dan yang saat ini; komitmen bersama akan rencana aksi atau program yang akan dilakukan untuk meningkatkan kondisi iklim kerja; kesepatakan untuk monitoring dan evaluasi kemajuan program perubahan yang dilakukan.
Jika change management program ini dilakukan, dan berbarengan dengan coaching/counseling, serta peningkatan kemampuan kepemimpinan, maka iklim kerja akan dapat diperbaiki. Memang tidak akan bisa dilakukan dalam waktu semalam, karena umumnya perlu kesadaran dulu baru terjadi perubahan. Ada proses yang perlu dilewati dalam perubahan perilaku, yang saya sering sebutkan sebagai kurva "SARAH". Apa itu?

Pertama "S" ada di titik kiri bawah, dimana pada kondisi awal perubahan akan ada SHOCK, yakni pihak-pihak yang terkena perubahan akan terkejut, mengapa situasi dimana dia sudah nyaman (comfort zone) mau diubah. Lalu, selang beberapa waktu orang akan memasuki tahap "A", titik lebih atas ke kanan, dimana pada kondisi ini keterkejutan di awal itu akan berlanjut ke kemarahan ("ANGRY") terhadap pihak-pihak yang mau melakukan perubahan. Dan, dalam waktu yang tidak terlalu lama mereka akan memuncak dan masuk ke tahap "R", di titik paling tinggi ke kanan, dimana pada kondisi ini orang yang marah tadi akan menolak ("REJECT") program perubahan tersebut. Inilah masa dimana resistensi paling besar dan kesuksesan program perubahan dipertaruhkan.
Jika komitmen perubahan tetap konsisten, dan komunikasi dan sosialisasi terus dilakukan, terutama manfaat dari perubahan tersebut, kepada pihak-pihak yang menolak, maka kemudian situasi akan mereda dan masuk ke tahap "A", di titik turun ke kanan, dimana pada kondisi ini mereka mulai menerima perubahan ("ACCEPT"). Setelah itu program perubahan akan lebih lancar berjalan, dan masuk ke tahap akhir di titik paling rendah di sebelah kanan, yaitu tahap "H" (HOPE), dimana semua orang sudah memiliki harapan yang besar akan dampak positif dari perubahan yang dilakukan.
Change management program akan mendorong agar proses perubahan dapat melalui titik kritis di puncak "R" (REJECT), dan terus berjalan hingga ke titik "H" (HOPE). Kegagalan proses perubahan untuk memperbaiki iklim kerja terjadi di titik kritis "R", dimana gelombang penolakan tidak dapat diatasi.
Salam hangat perubahan iklim kerja dari si cantik "SARAH"!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar