Jika kita ketik kata 'leadership' atau 'enterpreneurship' ke Google, maka
akan muncul berjuta-juta artikel. Begitu juga buku-buku tentang itu, tersedia
bertumpuk-tumpuk di toko. Tapi, coba masukkan kata 'managerialship' ke mesin
pencari yang sama, cuma akan ada sedikit hasilnya, dan itu pun tidak memberi
gambaran yang cukup jelas. Di toko buku? Sama sekali tidak ada buku tentang
managerialship.
Managerialship adalah sifat-sifat dan sikap-sikap yang dibutuhkan bagi
mereka yang ingin --atau, tersesat-- ke jajaran manajemen menengah ke atas. Ia
membutuhkan sifat kepemimpinan sehingga bicara tentang managerialship memaksa
kita untuk bicara juga tentang leadership. Jika kita berada pada posisi puncak
manajemen, yang bertanggung jawab pada laba, maka kita terkadang harus
melakukan fungsi-fungsi enterpreneural.
Selain itu, leadership dan enterpreneurship akan saya gunakan sebagai
iluminasi agar sosok manajer lebih kentara.
Si Manajer harus orang pintar, itu benar. Itu syarat kedua yang harus
dimiliki seorang manajer selain bisa memimpin. Bukan dalam arti pintar secara
akademis, tapi pintar dalam hal melaksanakan tugas-tugas manajerial, semisal
menganalisis, merencanakan, menyimpulkan, membaca situasi. Termasuk, pintar
berinteraksi, negosiasi, membujuk, memaksa, menekan, berkelit, membual.
Jangan dibalik, yang pintar pasti bisa ke manajemen. Tidak. Ada watak-watak
dan sikap-sikap lain yang harus dimiliki. Banyak orang pintar tidak sukses di
manajemen. Ada yang kepintarannya tidak sesuai dengan bidang manajemennya.
Mereka yang tersesat atau memang niat ke manajemen menengah ke atas dituntut
memiliki kecepatan belajar yang tinggi. Tiba-tiba seorang geolog harus bicara
tentang perpajakan, misalnya. Ia harus dengan cepat, walau hanya grambyangan
dan dangkal menangkap istilah-istilah perpajakan. Atau, seorang sarjana hukum
menjadi manajer rumah sakit. Tiba-tiba ia harus mempelajari berbagai obat,
alat-alat kedokteran, penyakit-penyakit dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Kepandaian lain yang harus dimiliki antara lain putting the right man
behind the gun. Menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat.
Karena, manajemen esensinya adalah getting things done thru and with others.
Melaksanakan pekerjaan melalui dan bersama orang lain. Sikap seperti itu
mencolok pada enterpreneur.
Dalam konotasi buruk, enterpreneur piawai ‘memanfaatkan’ orang. Orang
adalah salah satu sumberdaya. Jika kita perluas, enterpreneur pandai
memanfaatkan sumberdaya. Kita perluas lagi, pandai mendayagunakan, menghimpun,
menggalang, memanfaatkan, menggunakan (termasuk menyalahgunakan), mengumpulkan,
menggerakkan, mengeksploitasi, mengorganisir, memanipulasi, mengkonsolodasikan
sumberdaya.
Perbedaannya, manajer mengelola sumberdaya yang disediakan. Enterpreneur
memulai, manajer yang menjalankan. Bedanya lagi, enterpreneur mencari laba,
manajer mencari gaji. Yang pertama memikul risiko, yang kedua tidak.
Untuk direnungkan:
- Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dia bisnis. Agar bisnisnya
berhasil, tentu dia harus merekrut orang pintar. Walhasil, bosnya orang
pintar adalah orang bodoh.
- Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar
yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah. Walhasil, orang
bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.
- Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya
mendapatkan kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk
membayari proposal yang diajukan orang pintar.
- Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka menyuruh orang pintar
untuk membuatnya.
- Orang bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum. Oleh karena itu
orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya
orang bodoh.
- Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang
pintar percaya. Tapi, selanjutnya orang pintar menyesal karena telah
mempercayai orang bodoh. Tapi, toh saat itu orang bodoh sudah ada di atas.
- Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu dipikirkan
panjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang-orang pintar menjadi
stafnya orang bodoh.
- Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar
yang bekerja. Tapi, orang-orang pintar demo. Walhasil, orang-orang pintar
"meratap-ratap" kepada orang bodoh agar tetap diberikan
pekerjaan.
- Tapi, saat bisnis orang bodoh maju, orang pintar akan menghabiskan
waktu untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh
menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.
- Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa dijadikan uang. Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan. Bill Gates (Microsoft), Dell, Hendri (Ford), Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Lim Siu Liong (BCA group) adalah orang-orang bodoh (tidak berpendidikan tinggi) yang kaya. Ribuan orang pintar bekerja untuk mereka. Dan, puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh. S Brotosumarto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar