Niniak Mamak
Niniak mamak adalah pemimpin masyarakat Minangkabau dalam urusan adat.
Niniak mamak yaitu orang yang dituakan dalam kaum, yang mengurus rumah-tangga
kaum. Seluruh penghulu adat dan pembantu-pembantu utamanya, itulah yang disebut
niniak mamak. Sehari-hari, seorang penghulu adat sering dipanggil datuak.
Setiap datuak memiliki sako, yaitu gelar yang diterima secara turun-temurun.
Misalnya Datuak Naro, Datuak Bandaro, dsb.
Alim Ulama
Alim ulama adalah pemimpin masyarakat Minangkabau dalam urusan agama,
yaitu orang yang dianggap alim. Seorang yang alim adalah oang yang memiliki
ilmu agama yang luas dan memiliki kedalaman iman. Alim ulama disebut juga
”suluah bendang dalam nagari”. Maksudnya, alim ulama berfungsi sebagai penerang
kehidupan dalam masyarakat, terutama dalam mengurus perosalan ibadat masyarakat
dalam nagari. Ada pula tugas ulama yaitu mengelola lembaga pendidikan, yang
biasanya diadakan di surau dan mesjid. Sehari-hari, seorang ulama sering dipanggil
engku, ustadz, atau buya, syeikh, baliau, dsb.
Cadiak Pandai
Cadiak pandai adalah pemimpin masyarakat Minangkabau yang disebabkan
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Cerdik pandai dianggap sebagai
anggota masyarakat yang dapat mengikuti perkembangan zaman. Karena itu mereka
wajib membantu memikirkan langkah-langkah dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat serta mengembangkan potensi nagari. Tugas cerdik pandailah membuat
masyarakat tidak ketinggalan zaman, dan memberikan petunjuk dalam mengambil
kehidupan sehari-hari.
Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa di Minangkabau, setiap bidang
memiliki pucuk pemimpinnya. Urusan adat menjadi bagian tugas dari niniak mamak,
urusan agama menjadi bagian tugas dari alim ulama, dan urusan pendidikan. Dalam
kesatuan kepemimpinan itu lahirlah bentuk sistem yang lengkap. Sistem yang
lengkap itu tetap dikoordinasikan oleh satu orang, yakni pangulu (niniak
mamak). Dengan adanya gabungan ketiga unsur pemimpin itu, segala kebutuhan
masyarakat dapat dilayani. Suatu keputusan belum dapat dijalankan dan belum
dianggap sah kalau salah satu dari ketiga unsur itu belum sependapat. Oleh
karena itu, ketiganya disebut dengan tungku tigo sajarangan (tungku tiga
sejerangan).
Tungku
artinya tempat menjerangkan kuali. Tungku
selalu tiga, tidak ada yang dua. Gunanya, agar yang dijerangkan di atasnya
dapat terletak dengan baik. Tidak miring dan tidak tumpah. Jika diibaratkan
masyarakat adalah kuali, ia akan merasa aman dan tenteram. Tidak akan ada yang
jatuh ke atas api, karena kekuatan tungku yang tiga itu. Maksudnya, masyarakat
tidak akan sesat, jika tungku yang tiga itu masih tetap bekerja sama. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan tungku tiga sejerangan itu merupakan
simbol kukuhnya kepemimpinan masyarakat Minangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar