Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Jumat, 12 Juni 2015

Six Thinking Hats: Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah

Six Thinking Hatshttp://www.assoc-amazon.com/e/ir?t=chrysant-20&l=as2&o=1&a=0316178314&camp=217145&creative=399381. By Edward de Bono. Published by Back Bay Books. Revised and updated edition, 1999. Paperback. 173 pages. ISBN 0-316-17831-4 (pb). First published in hardcover by Little, Brown and Company, 1985.
The quality of our thinking will determine the quality of our future.”Edward de Bono
Six Thinking Hats atau Enam Topi Berpikir diciptakan oleh Dr. Edward de Bono. Premis yang digunakannya adalah bahwa otak manusia berpikir dalam beberapa cara berbeda yang dapat diidentifikasi, dan dapat dengan mudah digunakan kapan saja, sehingga dapat disusun sebuah cara terstruktur untuk mengembangkan strategi dalam berpikir.


Dr. de Bono mengidentifikasi ada 5 cara berpikir (sudut pandang) yang masing-masing dilambangkannya dengan sebuah topi dengan warna berbeda. Mengapa topi? Sebuah sumber mengatakan, menurut penemunya, hal tersebut terinspirasi dari perkataan orang-orang Inggris: Pakai topi berpikirmu. Jadi, secara tradisi orang menghubungkan topi dengan berpikir.
Ini adalah sebuah keterampilan dasar dalam menyelesaikan masalah yang menurut saya sangat brilian. Saya sendiri heran, mengapa baru mengetahuinya. Tapi agaknya memang tidak terlalu populer dibanding berbagai teori berpikir, manajemen, atau mind tools lainnya. Hasil googling, lebih banyak situs publik berbahasa Melayu yang membahas hal ini, dibanding situs berbahasa Indonesia. Secara pribadi, ini sangat membantu untuk memilah dan menempatkan suatu persoalan secara objektif, mengevaluasi dan mencarikan solusi terbaik, sekaligus mencari alternatif baru. Pendek kata, membuat setiap persoalan jadi lebih segar dalam pencarian solusinya. (Hmm.. bahasanya. :D)
Six Thinking Hats bekerja berdasarkan prinsip parallel thinking process. Yaitu proses berpikir yang menempatkan setiap sudut pandang atau pendapat seseorang, paralel (sejajar) dengan sudut pandang atau pendapat yang lainnya. Parallel thinking adalah sebuah alternatif untuk menghindari adu argumentasi yang tidak efektif—dimana argumentasi selama ini menjadi prosedur berpikir paling mendasar. Konon, ini juga merupakan perbedaan konsep berpikir Barat dan Timur (Jepang).
Perhatikan analogi ini: Ada sebuah rumah besar dan indah. Satu orang berdiri di bagian depan untuk mengamatinya. Seorang yang lain berdiri di bagian belakang. Dan dua orang lainnya masing-masing di samping kanan dan kiri. Keempatnya melihat sisi yang berbeda dan saling berargumen bahwa apa yang dilihatnya adalah ‘yang benar’.
Menggunakan parallel thinking, semua orang dibawa berjalan melihat bagian depan bersama-sama, kemudian berjalan ke bagian samping, belakang, dan sisi satu lagi. Sehingga pada setiap saat semua orang diajak melihat dari sisi yang sama. Sampai semua sisi bangunan ditinjau secara utuh.
Seperti itulah parallel thinking yang kemudian diterjemahkan menjadi konsep Six Thinking Hatsbekerja. Menyederhanakan proses berpikir dengan mengajak setiap orang untuk berpikir hanya dari satu sudut pandang yang sama pada satu saat. Kemudian meletakkan pendapat setiap orang sejajar dengan pendapat yang lainnya—tidak peduli betapa saling kontradiktifnya. Sampai semua sisi ditinjau secara utuh. Not to argue or respond to what the last person has said. Simply add another idea in parallel. Till, the subject is fully explored quickly.
Keenam topi berpikir masing-masing mewakili satu sudut pandang seperti akan diuraikan di bawah.
Topi Putih (Informasi)
Putih adalah netral dan objektif. Bayangkan sebuah kertas putih kosong. Mengenakan topi putih artinya kumpulkanlah informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya. Informasi bisa berupa fakta dan data yang sifatnya netral dan objektif. Ingat, hanya informasi. Just the facts, not opinion or interpretation. Semakin banyak informasi yang dikumpulkan, peta persoalan akan menjadi semakin jelas dengan sendirinya.
Atau untuk mudahnya, bayangkan sebuah komputer yang menyajikan semua data dan informasi yang kita perlukan. Komputer bersifat netral dan objektif. Ia tidak memberikan interpretasi atau opini apapun terhadap data dan informasi yang disajikannya. Ketika mengenakan topi putih, kita diminta berlaku seperti si komputer ini.
Topi Merah (Emosi)
Merah melambangkan emosi dan perasaan. Mengenakan topi merah artinya kita diajak memandang persoalan dari sudut pandang emosi dan perasaan, baik yang positif maupun negatif —fears, likes, dislikes, loves, and hates, etc., tanpa alasan atau logika apapun. Ini adalah sesi dimana kita diberi kesempatan untuk mengatakan: This is how I feel about the matter. Emosi juga menyangkut tipe perasaan yang lebih kompleks dan tinggi, yaitu naluri (insting) dan intuisi. Gunakan juga naluri dan intuisi di bawah topi ini. Naluri dan intuisi seringkali bisa memberi arah akan hal yang tidak bisa dibeberkan fakta dan informasi.
Topi Hitam (Masalah)
Topi hitam adalah lambang peringatan. Mengenakan topi hitam, kita diajak untuk menjadi sangat berhati-hati. Menganalisa semua sisi negatif suatu persoalan, mencari semua faktor resiko, bahaya, kesulitan, dan kelemahan suatu ide. Mempertanyakan berbagai kemungkinan negatif. What can go wrong? What are the potential problems? Where things might be wrong? Topi hitam juga mengajak untuk selalu berada di jalur yang benar dan menguntungkan, tidak melanggar undang-undang, tidak melakukan hal bodoh dan tindakan ilegal. Topi hitam mengajak untuk selalu bersikap logis.
Topi hitam memberi arah dan peran sangat penting, tapi jika berlebihan bisa sangat mengganggu juga.
Topi Kuning (Optimisme)
Kuning melambangkan cahaya dan optimisme. Juga aura positif. Berlawanan dengan topi hitam, di bawah topi kuning kita diarahkan untuk hanya berpikir hal yang positif, tetapi tetaplogic and not based on fantasy. Topi kuning fokus pada hal-hal positif dan menguntungkan, harapan and why something may work. Topi kuning juga digunakan untuk berpikir konstruktif dan generatif, membuat segalanya bisa dilaksanakan. Topi kuning juga bersifat spekulatif, mencari segala kemungkinan untuk menerjemahkan visi, impian dan harapan.
Topi kuning mempunyai spektrum positif yang cukup lebar, terentang dari sisi logis dan praktis pada satu sisi dan impian, visi serta harapan di sisi yang lain. But, overoptimistic can lead foolishness.
Topi Hijau (Kreativitas)
Topi hijau melambangkan energi, pertumbuhan, produktivitas. Di bawah topi hijau kita menumbuhkan kreativitas, mencari ide baru dan berbagai alternatif. Di bawah topi hijau kita mengcounter kesulitan yang terdeteksi pada topi hitam. Tinggalkan ide lama dan beralihlah kepada hal-hal dan perspektif baru. Topi hijau adalah perubahan.
Topi Biru (Pengamat)
Biru adalah warna angkasa, biru adalah sesuatu diatas segala. Topi biru adalah kontrol. Topi biru digunakan untuk mengontrol proses berpikir dan penggunaan topi-topi berpikir lainnya. Biasanya digunakan oleh yang ditunjuk sebagai fasilitator atau pimpinan pada awal pertemuan untuk memberi arahan tentang situasi yang dihadapi, arah mana yang dituju, serta tujuan dan capaian yang dikehendaki. Pada akhir pertemuan, topi biru juga biasanya meminta hasil pertemuan yang bisa berupa kesimpulan, keputusan, summary, solusi atau apapun. Di bawah topi biru juga ditentukan rencana atau langkah selanjutnya.
See..? Kita dapat mengubah topi berpikir yang digunakan setiap saat diperlukan. Kesemua topi tidak harus digunakan berurutan, tetapi semua harus digunakan. Satu topi boleh digunakan lebih dari satu kali. Jika pada akhirmya harus tetap dilakukan pilihan akan dua hal berbeda, pilihan tetap dilakukan, tetapi tidak terjadi adu argumen pada setiap langkah.
Sebuah metode pengambilan keputusan yang kelewat simpel dan praktis, bukan? Mudah dipraktekkan kapan dan di mana saja, oleh siapapun dan dalam situasi apapun. Tidak perlu suasana formal, praktekkan saja dalam kehidupan dan masalah sehari-hari. Nah, selamat mencoba dan rasakan bedanya. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar