Di kantor seorang sahabat yang cara kerjanya demikian
mengagumkan dan hampir
sempurna, ada sebuah kejadian menarik yang layak jadi
cerita menarik. Kendati
boss di perusahaan ini bekerja dengan cara demikian
sempurna dan demikian
mengagumkan, ternyata sekretarisnya bekerja dengan cara
sebaliknya. Ketika
dimintai tolong untuk mengetik, banyak yang salah ketik.
Tatkala dimintai untuk kirim
fax dan e-mail salah. Demikian juga dengan pekerjaan
lainnya: salah, salah dan
salah.
Heran dengan realita kontras ini, saya bertanya ke
sekretaris tadi: berapa tahun ia
sudah bekerja untuk boss di atas? Ternyata ia sudah
bekerja enam tahun. Tentu
saja saya heran, bagaimana orang dengan cara kerja
demikian bisa bertahan enam
tahun di bawah boss yang hidup dan kerjanya demikian
sempurna. Didorong oleh
keheranan inilah, maka saya bertanya lagi:
"bagaimana Anda yang cara kerjanya
demikian mengecewakan bisa bertahan enam tahun di bawah
atasan yang demikian
sempurna?" Ternyata sekretaris tadi punya jawaban:
"tapi saya punya kelebihan Pak,
saya tidak bisa hamil".
Nah sebelum tertawa diklasifikasikan sebagai salah satu
kegiatan teroris, sebaiknya
Anda tertawa sepuas-puasnya. Dan sahabat yang tidak bisa
tertawa setelah
membaca lelucon di atas, saya hanya bisa minta maaf.
Permohonan maaf secara
khusus juga saya tujukan pada sahabat-sahabat sekretaris.
Cerita di atas hanya dan
hanya sekadar lelucon. Terlepas dari apakah Anda tertawa
maupun tidak, kehidupan
orang-orang di kursi nomer satu adalah kehidupan yang senantiasa
dikelilingi banyak
orang. Sekretaris hanya salah satu pihak yang ada di
sekitar orang-orang nomer
satu.
Disamping dikelilingi bawahan, orang-orang nomer satu
juga dikelilingi stress,
tantangan, masalah dan bukan tidak mungkin juga dihadang
oleh kejatuhan. Dalam
pengandaian seorang rekan, kehidupan seorang CEO adalah
kehidupan yang penuh
dengan perang. Ada perang melawan kemunduran, perang
melawan ketidakjujuran,
perang melawan kekotoran, dan perang-perang lainnya.
Dalam beberapa keadaan,
bahkan rela tumbang dari kekuasaan hanya untuk melindungi
prinsip yang harus
dilindungi.
Oleh karena alasan itulah, maka bayaran untuk kursi nomer
satu ini hampir selalu
paling mahal di tempat masing-masing. Di negara-negara
maju, ada standar untuk ini.
Akan tetapi, di negara lain apa lagi di mana semuanya
masih serba tertutup, orang
masih menentukan gaji CEO secara shadow boxing alias
meraba-raba. Sehingga
jika ditanya berapa layaknya kursi tertinggi dihargai,
hanya kebingungan dan
ketidakjelasan yang rajin berkunjung.
Membicarakan tingginya gaji orang teratas memang menarik.
Apa lagi di zaman di
mana atribut-atribut luar demikian dihargai dan dikagumi.
Akan tetapi, di tengah
kebingungan dan ketidakjelasan angka, mungkin ada
manfaatnya untuk berpikir
agak lain. Di tingkatan ini, bisa jadi ada gunanya
merenungkan apa yang pernah
ditulis Krishan Chopra (Ayah kandung Deepak Chopra) dalam
The Mystery and
Magic
of Love : "money and power will not save
your soul, it will only boost your ego,
which brings
misery in the long run". Dengan kata lain, harta dan tahta tidak akan
menyelamatkan
jiwa Anda, ia hanya akan meningkatkan ego yang pada
akhirnya menciptakan
penderitaan dalam jangka panjang.
Bagi pencinta-pencinta harta dan tahta, pendapat terakhir
mungkin mudah
mengundang cibiran bibir. Bahkan curiga, kalau pendapat
di atas hanya diyakini oleh
orang-orang yang "terpaksa" harus bersyukur
dengan kegagalan dan keterbatasa
materi. Boleh saja ada yang berkeyakinan demikian. Dan
izinkan saya bertutur
serangkaian kejadian yang pernah lewat di depan mata.
Dalam sebuah resepsi
pernikahan, saya sempat terkejut melihat seorang bankir
yang dulu amat berkuasa
ketika masih menjabat di sebuah bank yang amat
berpengaruh, tiba-tiba datang ke
tempat pernikahan dengan cara dipapah. Wajahnya lesu,
pucat, tidak berdaya. Yang
jelas, mengundang rasa kasihan tidak sedikit orang. Dan
yang lebih menyentuh lagi,
tokoh yang biasa dikelilingi banyak orang di tempat ia
berkuasa dulu, hanya ditemani
tukang papahnya ketika jamuan makan.
Sekarang bandingkan kehidupan terakhir dengan kehidupan
orang yang bau
harumnya masih terasa jauh hari setelah badan kasarnya
dijemput kematian.
Sebutlah tokoh pemusik John Lennon yang mengetuk hati
jutaan manusia lewat lagu
Imagine. John Lennon memang tidak bisa menghadiri pesta
pernikahan setelah
meninggal, tetapi hatinya dikunjungi banyak sekali
manusia. Kalau benar pendapat
seorang sahabat pensiunan orang nomer satu sebuah bank
mentereng, yang
mengatakan bahwa kualitas kepemimpinan sebenarnya
terlihat ketika kita sudah
pensiun, mungkin inilah saatnya untuk kembali pada bahasa
dasar kita : hati.
Bila banyak orang bertutur kalau hati bisa menghambat
perjalanan menuju kursi
tertinggi, John Lennon tidaklah demikian. Kursi tertinggi
(secara material maupun
non material) bisa diraih dan dipertahakan melalui
nyanyian-nyanyian hati. Setidaktidaknya
itulah yang dituturkan oleh kehidupan orang-orang seperti
John Lennon,
Konosuke Matsushita, Ibu Theresa, Mahatma Gandhi, Dalai
Lama dan deretan
manusia sejenis. Saya tidak sedang merayu Anda, apa lagi
memaksa. Hidup Anda
adalah pilihan Anda sendiri. Demikian juga dengan hidup
saya. Yang jelas, Chao-
Hsiu Chen dalam The Bamboo Oracle pernah menulis : "A friendly heart creates happy
people. A happy heart creates lucky people". Dalam bahasa lain, hati juga
sumber
keberuntungan
dan kebahagiaan. Gede Prama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar