Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Minggu, 14 Desember 2014

Mentoring System – Role of A Mentor

Aspek ketiga dalam Talent Management 4.0 setelah Talent Identification dan Environmental Readiness adalah Mentoring System. Setelah talent ditemukan atau diidentifikasi sebagai bibit yang potensial, lingkungan harus disiapkan agar bibit tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk itu diperlukan Mentor yang mengawasi pertumbuhan talent itu agar sesuai dengan yang diharapkan. Hubungan yang dekat dan bersifat ‘one on one’ inilah yang membuat Mentor dan Talent lebih dari sekedar Guru-Murid, Coaching-Coachee, Trainer-Tranee, Consultant-Client tapi hubungan yang profesional dan personal secara simultan. Ini yang disebut dalam istilah Jawa adalah ‘nyantrik.’

Supaya tidak membingungkan dengan berbagai istilah tersebut, saya tertarik sekali ketika membaca buku “Coaching” yang menumbuhkembangkan. ‘Helping people help themselves’ karangan Dr. Paulus Kurnia, CBA (2011, Pionir Jaya) yang amat cerdik membedakan beberapa kosa-kata yang sering serupa tapi tak sama yang membingungkan banyak pemerhati dan praktisi sekaligus. Kata itu adalah ‘Coaching, Mentoring, Counselling, Consultation dan Training.’

Saya mencoba menyarikan dari pendapat beliau yang bisa kita ambil karena beliau mengenal betul konteks Indonesia dari berbagai istilah tersebut sebagai berikut (hal 61-66).

Definisi
Coaching adalah sebuah metode untuk membantu orang-orang agar mereka bisa menolong diri mereka sendiri untuk menemukan agenda dan potensi pemberian Tuhan lalu mewujud-nyatakan hal-hal itu di dalam kehidupan sehari-hari – melalui pendampingan, pemberdayaan dan kemitraan yang berkesinambungan. Jadi coaching adalah upaya pemberdayaan-pendampingan secara tidak langsung (non directive) kepada coachee dan memimpin dari belakang (leading from behind).

Berbeda dengan coaching – walaupun ada tumpang tindihnya, mentoring bukan suatu usaha pembimbingan atau kepemimpinan atas diri mentoree atau protege (orang yang dimentor) dari belakang (from behind), namun justru secara langsung dan dari depan, melalui: memberi tahu, mendemonstrasikan bagaimana sesuatu hal bisa dikerjakan atau diselesaikan. Mentor haruslah merupakan seorang nara sumber pengetahuan sehingga ia dapat meneruskan pengetahuan itu kepada mentoree-nya.

Konseling sangat bertolak belakang dengan coaching bila dilihat dari orientasi pembimbingannya. Coaching berorientasi ke depan: bagaimana seorang dibimbing, diarahkan dan diajarkan demi pengembangan dirinya. Sedangkan konseling mengarah ke belakang: bagaimana seseorang yang sedang mengalami masalah-masalah mental – dibantu ke arah kesembuhan atau pemulihan. Jadi konseling bersifat terapeutik, sedangkan coaching bersifat developmental.

Konsultasi adalah layanan berupa nasihat-nasihat, tips-tips, dan metode-metode yang secara langsung diberikan kepada klien. Maka itu, para konsultan cenderung harus memiliki keahlian-keahlian yang handal pada bidang-bidang tertentu (misalnya: keuangan, marketing, bisnis, manajemen) sebelum mereka memberi pertolongan kepada para klien mereka.

Training atau pelatihan adalah sebuah bentuk pengajaran yang berorientasi pada cara-cara mengaplikasikan atau mengimplementasikan sebuah teori atau pengetahuan atau petunjuk teknis.

Definisi saya soal Mentoring

Mengambil inspirasi dari buku yang menarik tersebut dan menggabungkannya dengan trilogi pembelajaran ala Ki Hadjar Dewantoro, saya mendefinisikan Mentoring dengan Hubungan Mentor-Mentee seperti hubungan dengan gaya ‘nyantrik’ tadi sebagai berikut.

Mentor adalah seorang yang memiliki ‘kebijaksanaan–kepala–the head’, ‘karakter-hati-the heart’ dan ‘kompetensi-tangan-the hands’ (lihat buku karangan saya – Lead to Bless Leader) untuk mengembangkan ‘talent’ sesuai dengan 3C: Calling, Character dan Competencies-nya dari suatu posisi ke posisi lain yang lebih tinggi dalam kurun waktu tertentu.

Jadi Mentor merupakan seorang yang secara holistik mengenal si talent (Know the person) dan mengetahui tujuan yang ingin dicapai talent sesuai kebutuhan organisasi (Know the target) dalam kurun waktu tertentu misalnya 3-5 tahun. Tujuan yang jelas dengan kurun waktu yang terbatas membuat keduanya dapat merancang rencana kerja yang spesifik dan disesuaikan dengan kekuatan Mentor-Talent yang bersangkutan.

Jadi bagi saya Mentoring bukanlah melulu berhubungan dengan pekerjaan saja tapi berhubungan dengan pekerjaan, perilaku dan keseluruhan aspek agar talent bisa meraih posisi yang diharapkan secara intelektual, emosional dan bahkan spiritual bila diperlukan.

Itu sebabnya hubungan mentor-mentee saya bagi menjadi tiga bagian yang saling mengisi sesuai dengan kesiapan talent dalam perjalanan waktu.

Pertama, mentor harus memberi ‘teladan secara langsung dari depan’ tentang aspek teknikal yang diperlukan, memberi contoh perilaku yang professional, etika kerja yang baik secara langsung. Ini sesuai dengan trilogi pertama yakni ‘Ing Ngarso sung tulodo’. Ini buat saya adalah konsep ‘teaching,’ mentor menjadi ‘trainer’ karena memiliki keahlian untuk menunjukkan cara dan konsepnya. 80% dari tugas dilakukan dan disupervisi langsung oleh ‘trainer,’ talent melihat, mengamati, mencoba dengan cara yang diajarkan oleh ‘trainer.’

Kedua, ketika talent sudah memiliki kemampuan tertentu, mentor memberi kesempatan talent untuk mengerjakan secara langsung dengan diawasi dari samping dengan pemberian motivasi agar talent mengerjakannya dengan tepat. Ini sesuai dengan konsep kedua yakni ‘Ing Madya mangun karsa.’ Ini peran mentor sebagai mitra atau ‘partner’ yang memberi motivasi agar talent bisa mengerjakannya secara mandiri. Dalam hal ini talent sudah 50% bisa mengerjakan secara mandiri, dengan ide dan caranya sendiri atas tugas yang seharusnya dikerjakannya.

Ketiga, ketika talent sudah semakin piawai maka tugas Mentor hanyalah mengawasi dari belakang (leading from behind) agar talent tetap berada di ‘track’nya, jangan salah arah dan jangan melakukan kesalahan yang membahayakan. Dalam hal ini talent sudah 80 % mengerjakan semua tugas yang dibebankan kepadanya dengan cara dan gayanya sendiri. Di sinilah saya letakkan konsep ‘coaching’ dengan mentor berfungsi sebagai ‘Coach.’ Ini sesuai dengan prinsip “Tut wuri handayani’.

Kesimpulannya Mentor memiliki tiga peran sekaligus sesuai dengan kesiapan talent yakni sebagai ‘Trainer” dengan gaya “Ing ngraso sung tulodo,” sebagai “Partner” dengan gaya “Ing madya mangun karsa,” dan sebagai “Coach” dengan gaya “tut wuri handayani.” Hubungan Trainer-Trainee, Partner-Partner dan Coach-Coachee inilah yang membedakan Mentoring System dalam kaitannya dengan Talent Management dengan mentoring system untuk kepentingan lain. Paulus Bambang WS

Untuk direnungkan :

– Apakah Anda memiliki Mentor yang akan membawa Anda ke ‘next level of your life?’

– Apakah Anda memiliki Mentee yang akan Anda bawa ke ‘next level of their life?’

Kalau belum, apa yang akan Anda lakukan supaya Anda terus berkembang dan Anda juga sedang mengembangkan orang lain?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar