Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Senin, 15 Desember 2014

Talent Identification – Character

Ketika ditanya apa jaminan terbaik bagi sebuah bank, JP Morgan menjawab dengan tegas “Karakter.” Ketika ditanya apa yang membuat politisi terkenal seperti Abraham Lincoln terkenal, analis politik menjawabnya dengan cepat ”Karakter.” Apa yang membuat Frank Sinatra mampu bertahan dalam popularitas sampai usia senja, pengamat musik menjawab dengan cermat “Karakter.” Lalu apa yang membuat seorang pemimpin dicintai kolega, atasan dan bawahannya, saya menjawabnya dengan mudah ‘Karakter.”

Karakter yang mendasari budaya organisasi bukan dicerminkan oleh untaian kata yang indah dalam piagam ‘falsafah perusahaan.’ Bukan pula oleh serangkaian budaya kerja yang tertulis rapi dalam buku panduan ‘My Company Way.’ Bukan pula oleh program pelatihan yang rapi dari ‘training/learning centre’ yang sistimatis dari petinggi sampai karyawan terendah. Tapi lebih disebabkan oleh karakter dan kepribadian yang ada di hati pemimpin, mulai dari yang tertinggi sampai menengah yang memiliki pengaruh kuat di bawahan masing-masing.

Budaya kerja tingkat perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh karakter dan kepribadian pemimpin tertingginya, entah itu CEO, Presiden Direktur, Chairman atau pemimpin umum. Satu orang yang sangat menentukan gaya kepemimpinan di bawahnya. Itu sebabnya memilih pimpinan tertinggi untuk suatu organisasi bukan hanya memilih orang yang mampu menghasilkan kinerja finansial yang terbaik tapi juga tanpa sadar kita memilih pribadi yang menorehkan warisan budaya yang jauh lebih sulit dilakukan koreksi bila ternyata budaya yang diwariskannya adalah budaya yang negatif.

Pemimpin yang berhati koruptif akan membuat sistim yang korup. Akibatnya korupsi menjadi standard. Korupsi menjadi budaya. Yang berintegritas tinggi dan pemimpin yang bersih menjadi ekseptional, terkecualikan. Sekali sistim yang jelek sudah menjadi budaya, tidak mudah membongkarnya kembali. Ada resiko yang harus ditanggung oleh seluruh unsur organisasi. Dan itu akan berakibat sangat mahal.

Itu sebabnya, memilih pemimpin tidaklah semudah memilih barang dan jasa yang baik. Yang mudah dibedakan satu dengan lain dengan spesifikasi dan kinerjanya. Memilih pemimpin yang adalah manusia tidak hanya melihat latar belakang pengalaman yang positif dengan kemampuan menyelesaikan masalah operasional yang dramatis, tapi memilih manusia yang berhati baik yang bisa menjadi pemimpin yang baik. Manusia yang baik, dengan segala kriteria yang sangat subyektif, adalah akar segala hal untuk menjadi pemimpin yang baik yang menghasilkan gaya kepemimpinan dan budaya kepemimpinan yang baik pula.

Itu sebabnya, untuk memilih pemimpin tertingi dalam sebuah organisasi, karakter adalah faktor utama selain kompetensi dan kinerja. Kompetensi dan Kinerja bisa dihasilkan dari sinergi pemimpin lain di bawahnya, tapi karakter lebih sulit disinergikan. Pemimpin yang berkarakter buruk sulit diseimbangkan dengan lima pemimpin lain di bawahnya yang berkarakter baik. Karakter pemimin tertinggi pada akhirnya yang mewarnai seluruh budaya organisasi di bawahnya. Karakter pemimpin cabang di daerah akan mewarnai budaya perusahaan lokal yang ada di daerah tersebut. Karakter pemimpin di bagian pembukuan akan mewarnai bagaimana pembukuan itu dibuat, untuk siapa dengan tingkat kewajaran yang bagaimana.

Karakter bersumber dari hati, sumber yang paling dalam dan hakiki dari masing-masing individu. Karakter dibentuk oleh lingkungan sejak anak sampai dewasa. Tidak ada manusia yang diciptakan Tuhan dengan karakter jelek, semua diciptakan dalam kondisi karakter yang terbaik dan unik. Masing-masing dengan kebaikannya yang tak dapat direplikasikan oleh orang lain. Dalam perkembangannya, benih karakter yang baik ini bisa berubah menjadi tidak baik atau sangat baik bergantung kepada lingkungan yang mempengaruhi. Lingkungan yang baik, jujur, tulus, berdisiplin, menghormati rakyat kecil akan membuahkan pribadi dengan karakter yang baik pula. Apa yang diserap semasa muda dan semasa ia belum menduduki kursi nomor satu, akan terpatri dalam hati masing-masing individu. Sewaktu ia naik menduduki kursi pertama maka ia akan menunjukkan kondisi karakter yang sesungguhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar