Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Minggu, 01 Februari 2015

4 Esensi Seorang Pemimpin yang Rendah Hati

Kerendahan hati merupakan satu atribut yang esensial untuk seorang pemimpin hebat. Bagaimanapun juga, kita tidak akan pernah berhasil membangun sebuah bisnis apabila kita tidak mau mengakui kesalahan pribadi dan mengakui bahwa ada kontribusi orang lain dalam kesuksesan kita.
Sebagaimana diungkapkan oleh John Dame, CEO dari Dame Management Strategies dan Jeffrey Gedmin, CEO dari Legatum Intitute, dalam Harvard Business Review, kerendahan hati (humility) tidak ada hubungannya dengan sikap lemah, lembek atau ragu-ragu. Justru kerendahan hati mendorong loyalitas, membangun dan menopang teamwork yang padu dan produktif, serta dapat mengurangi turnover karyawan/staff.
Lalu bagaimana cara memunculkan dan menumbuhkan rasa rendah hati tersebut? Berikut adalah 4 tips dari inc.com:

1. Terbuka terhadap semua ide


Tidak mungkin kita mengetahui segalanya di dunia ini, tidak semua materi bisa kita kuasai. Itulah mengapa, opini pihak lain itu diperlukan. “Kita perlu untuk mempercayakan suatu hal pada ahlinya, kepada orang-orang yang memiliki kualifikasi dan keahlian yang relevan dengan hal tersebut”, begitu diungkapkan oleh Dame dan Gedmin. Menurut mereka, pemimpin yang bijak juga tahu kapan saatnya menunda dan mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain. Hanya saja, pemimpin pun harus ingat bahwa ide bagus tidak selalu yang datang dari para ahli. Maka dari itu, pemimpin yang baik perlu mendengar dari karyawannya.

2. Jangan membeli produk sendiri
Ketika kita mempromosikan sebuah produk kepada konsumen, kita akan mengungkapkan sisi positif atau keunggulan dari produk tersebut. Untuk beberapa hal, skenario tersebut mungkin akan berhasil. Tetapi ketika kita membicarakan diri sendiri, tentang kapabilitas pribadi, tidak bisa kita selalu membangga-banggakan kesuksesan pribadi. Menyesap keberhasilan diri sendiri bisa jadi sangat energizing, tetapi terlalu banyak mengonsumsi itu akan sangat meracuni. Ini akan membuat visi kita rancu dan merusak pertimbangan-pertimbangan yang kita pakai.

3. Melayani Karyawan
Salah satu tugas paling krusial seorang leader adalah membantu karyawan, membimbing mereka dan membuat mereka terus berkembang. Seorang pemimpin harusnya melayani, bukan mendambakan pelayanan. Dalam banyak kasus, anggota team akan segera mengenali apakah si leader memang tulus membantu mereka atau hanya berusaha untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Maka dari itu, ketulusan melayani adalah sikap yang mutlak harus dimiliki oleh pemimpin.

4. Belajar dari Einstein
Kerendahan hati akan membuat kita terus dipenuhi keingintahuan, membuat kita terus bertanya dan mencari alasan untuk hal-hal yang terjadi. Belajar sendiri merupakan hal yang berkesinambungan dan rasa ingin tahu akan membawa kita pada ilmu pengetahuan. Kita mungkin tahu banyak hal tentang bisnis kita, tetapi selalu ada hal lain yang masih bisa kita pelajari. Seperti kata Albert Einsten, “Saya tidak punya bakat apapun. Satu-satunya yang saya punya adalah keingintahuan yang besar”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar