Apakah Anda pernah digosipkan "macam-macam" di tempat kerja?
Dituduh melakukan suatu kesalahan yang tidak Anda lakukan? Dipelototi oleh
rekan kerja atau atasan sedemikian rupa sehingga merasa terintimidasi meskipun
tanpa kata-kata? Atau, dipermalukan di ruang rapat dengan cara, pendapat Anda
dibilang "itu ide bodoh"?
Masih banyak lagi perlakuan tidak menyenangkan yang bisa diketegorikan
sebagai bullying.
Secara tepat, memang agak susah mencari padanan kata tersebut. Namun,
secara sederhana, "bullying" bisa disejajarkan dengan
"kasar", "perkataan menyakitkan", "serangan
psikologis".
Per definisi, kita bisa menyimak antara lain pendapat Direktur Workplace
Bullying and Trauma Institute (WBI) di Bellingham, Washington Gary Namie yang
mengatakan, bullying adalah perilaku berulang yang melukai dan mengancam
kesehatan satu/lebih karyawan, yang terjadi melalui banyak cara. Misalnya,
kata-kata melukai, ancaman dan perilaku intimidasi baik verbal, non-verbal
maupun fisik yang berhubungan dengan pekerjaan dan melemahkan kepentingan
bisnis.
Satu lagi, profesor manajemen HR di University of Portsmouth, Inggris
Charlotte Rayner mengatakan, bullying termasuk hal-hal yang semestinya tidak
dilakukan seperti berteriak, menulis kata-kata ancaman, mempertanyakan hal-hal
terlalu detail dan merendahkan reputasi seseorang. Charlotte juga menegaskan,
tujuan bukanlah alasan karena umumnya bullies tidak menyadari bahwa mereka
adalah bullies meskipun perilaku mereka dapat melukai orang lain.
Studi terhadap 5000 orang di Inggris yang disponsori oleh British
Occupational Health Research Foundation pada 2000 menunjukkan, meskipun para
korban bullying tidak menyadari bahwa mereka telah diperlakukan bullying, kesehatan
mental mereka sangat terpengaruh.
Kesimpulannya, bullying adalah perilaku negatif yang mengontrol orang lain
sehingga tak berdaya untuk bertahan atau melawan.
HR sebagai Penengah
“Banyak biaya tersembunyi yang disebabkan bullying”, kata Namie seraya
menegaskan bahwa bullying adalah bentuk penganiayaan di tempat kerja. “Ini
adalah masalah kesehatan dan keamanan”.
Keluar masuknya karyawan, tingginya absen, rendahnya produktifitas,
menjulangnya biaya kesehatan dan naiknya kompensasi karyawan adalah harga yang
harus dibayar akibat mempertahankan bullies tetap tinggal di perusahaan.
Begitu pula harga yang harus dibayar oleh korban. Bullying telah
menyebabkan korban teraniaya secara psikis maupun fisik. “Terlalu mahal harga
yang harus dibayar untuk mempertahankan seorang bully di perusahaan. Jika anda
harus menganiaya orang lain untuk memastikan keberhasilan bisnis Anda,
seharusnya Anda tidak berada dalam bisnis tersebut,” kata Namie. “Dan, HR harus
menjadi penengah internal.”
Umumnya, bullying di tempat kerja tidak dilaporkan karena karyawan takut
melangkah. Tapi, HR dapat mengamati tanda-tandanya. Jika Anda memiliki angka
keluar-masuk karyawan yang cukup tinggi di suatu departemen atau Anda secara
konsisten sulit mengisi satu posisi secara internal, mungkin ada bully di
antara Anda.
Dalam kasus lainnya, karyawan HR bisa saja menyadari adanya bully di
perusahaan, tapi merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu karena bully
adalah manajemen eksekutif atau orang dekat dari pemimpin perusahaan.
Semua bullies memiliki sponsor eksekutif perusahaan, karena mereka
membutuhkan eksekutif ini untuk bertindak. Umumnya, bully sangat lihai
mendekatkan diri dengan manajemen puncak. Oleh karena itu, bila ada keluhan
mengenai perilaku bully, sering dipandang hanya konflik pribadi biasa oleh HR
atau manajemen puncak.
Seorang asosiasi profesor dari University of New Mexico Pamela
Lutgen-Sandvik, yang telah mempelajari kasus bullying di tempat kerja selama 6
tahun
mengatakan, bila Anda profesional HR dan seseorang datang pada Anda
mengeluh tentang bullying, ada beberapa hal untuk dipertimbangkan:
1. Jika seseorang melaporkan keluhan, anggaplah ini "puncak gunung
es". Jika satu orang mengeluh, mungkin saja ada yang lainnya. HR bisa
melakukan survei di tempat kerja yang dapat membantu menentukan luasnya
masalah.
2. Orang yang melaporkan keluhan akan memberi informasi yang tidak
beraturan. Hal ini bukan berarti orang tersebut tidak menyampaikan kebenaran
atau tidak waras. Bisa saja orang ini terguncang oleh bullying dan memiliki
masalah dalam mengkomunikasikan keluhannya.
3. Jangan menyarankan orang tersebut mengkonfrontasi si bully. Dalam banyak
kasus, bully menyerang balik korban jika mereka tahu ada yang melaporkan
mereka.
Tips Lebih Lanjut
Sering, bully adalah orang pertama yang menghubungi HR, biasanya Direktur
HR. Terkadang, tanpa disadari, HR telah menjadi “partner dalam mendukung si
bully” bila seorang pimpinan puncak datang kepada mereka melaporkan keluhan
tentang seorang karyawan yang dianggap menjadi ancaman bagi si bully.
Tanpa menyadari situasinya secara utuh, terkadang HR malah akan memberi
saran kepada si bully untuk menggunakan sistem evaluasi kinerja untuk membuat
perencanaan kinerja si karyawan, yang dapat mengarah kepada rencana
mengeluarkan korban dengan alasan menolong korban.
Anda akan tertipu oleh bully yang lebih pintar dari Anda.
Profesional HR juga perlu memastikan adanya peraturan perusahaan yang
mengatur tentang perilaku yang tidak dapat diterima dan konsekuensinya. Jika HR
tidak mendapat dukungan untuk sebuah peraturan khusus mengenai perilaku
menghargai sesama karyawan, peraturan dapat ditambahkan sebagai bagian dari
peraturan yang mengatur pelanggaran di tempat kerja.
Profesional HR mungkin perlu mempertimbangkan untuk membuat satu peraturan
yang mengangkat tentang pelanggaran, pelecehan dan bullying. Peraturan tersebut
juga perlu menggariskan tentang prosedur disiplin, penalti terhadap
pelanggaran, siapa yang berhak menyelidiki laporan keluhan, dan mengatur
tenggat waktu penyelidikan dan pengambilan keputusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar