Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Selasa, 24 Maret 2015

Manajemen Talenta menjadi Manajemen “Talenan”

Suatu trend baru dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, yaitu manajemen talenta (Talent Management).

Kurangnya integritas dalam mengiplementasikan Manajemen Talenta dapat berakibat buruk bagi Pegawai atau dengan kata lain dalam tulisan ini diplesetkan menjadi  “Manajemen Talenan”

Manajemen Talenta merupakan suatu proses manajemen dari orang-orang yang bertalenta di perusahaan. Proses manajemen talenta berawal dari proses identifikasi kebutuhan talenta, menarik (attracting) orang yang memiliki talenta tinggi hingga proses retensi dari talenta tersebut sehingga tetap ingin bertahan dan memberikan kontribusi positif di Perusahaan. Menurut pendapat saya, bahwa manajemen talenta berasal dari suatu strategi perusahaan untuk mendapatkan “Right man on the Right Place“. Prinsip ini bukanlah suatu yang baru dalam dunia HRM atau Human Resources Management, namun taktik yang digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan pegawai bertalenta sangat bervariatif. Variasi dari penggunaan HR Practices seperti memilih taktik memberikan pengharagaan berdasarkan kompetensi atau berdasarkan performa kerja yang digabungkan dengan taktik dalam rekruitmen berdasarkan kompetensi atau berdasarkan ketepatan dengan nilai budaya perusahaan, merupakan suatu seni tersendiri dari HR atau kadang disebut dengan the Art of HRM. (jenis HR Practice dan Art of HR akan di bahas pada artikel tersendiri).


Seni menarik, memilih, dan mempertahankan talenta sangat tergantung dari bagaimana seorang HR dapat menggabungkan atau mengkombinasikan sistem atau praktis yang ada (Hard Part of HR) dari Rekruitmen, Kompensasi, Karir, Pengembangan, Budaya Perusahaan dan Hubungan Kerja menjadi sesuatu yang menarik bagi pegawai yang bertalenta dan disesuaikan dengan kebutuhan dari pegawai bertalenta yang terkadang sangat berbeda beda. Kemampuan dari mengkombinasikan sistem akan membentuk suatu suasana yang mendukung serta disesuaikan dengan yang dibutuhkan para talenta akan membuat talenta merasa betah dantetap memberikan yang terbaik bagi perusahaan.

Merujuk beberapa teori dan praktis tentang Manajemen Talenta (http://en.wikipedia.org/wiki/Talent_management), Manajemen Talenta sangat tergantung bagaimana penerapan dari Performance Management dan Identifikasi potensi individu pegawai. Keberhasilan proses tersebut sangat tergantung dari Integritas dari yang menerapkan yaitu Obyektifitas dalam melakukan performance management, obyektifitas ini sangat tergantung dari integritas dari atasan atau leader yang memberikan penilaian. Apabila subyektifitas tidak dapat dikurangi maka yang terjadi adalah kesalahan dalam menetapkan pegawai bertalenta dan berakibat pada demotivasi pegawai.
Realibilitas dan Validitas dari peralatan atau tools yang digunakan dalam melakukan penilaian kinerja dan identifikasi potensi. Tidak ada satu tools yang memiliki validitas yang tinggi kecuali penggabungan dari beberapa tools yang dapat meningkatkan validitas.
Prinsip bahwa kegagalan bukan lah suatu kartu mati, karena kelemahan dari obyektifitas penilaian dan validitas dari tools menyebabkan implementasi manajemen talenta dapat menjadi rapuh. Kerapuhan tersebut terkadang menyebabkan kesalahan dalam pelaksanaan “Right Man on the Right Place” atau dapat dikatakan sebagai proses trial and error dapat terjadi. Karena masih adanya proses trial and error maka kegagalan seseorang pada suatu tempat atau posisi atau jabatan bukanlah orang tersebut menjadi “Death Wood” atau kartu mati yang tidak dapat dikembangkan.
Kemampuan Coach dan Leader, Kegagalan penempatan orang sesuai dengan tempatnya merupakan tanggung jawab bersama dari Leader yang memilih atau menempatkan serta Coach yang ditunjuk untuk membimbingnya selain tanggung jawab dari pegawai yang bertalenta itu sendiri.

Kegagalan dalam menerapkan integritas dalam manajemen Talenta berakibat menjadi penerapan yang mengerikan dan diplesetkan menjadi Manajemen Talenan. “Talenan” yang dalam bahasa inggris disebut dengan cutting board merupakan dasar yang kokoh untuk memotong sayuran, buah dan sebagainya. Penerapan Manajemen Talenta tanpa integritas dapat menyebabkan :
Demotivasi bagi pegawai yang sebelumnya dikatakan bertalenta tapi karena kurangnya bimbingan atau kesalahan dalam penilaian potensi menyebabkan dia gagal dalam menjalankan tugasnya sehingga masuk dalam katagori dead wood yang pada akhirnya orang tersebut harus keluar dari perusahaan.
Subyektifitas penilaian kinerja dapat menimbulkan nepotisme sehingga dapat menyebabkan proses tersebut menjadi tidak murni lagi sehingga memungkinkan orang yang berkinerja rendah menjadi baik atau sebaliknya.

Karena kedua hal tesebut dapat menyebabkan Manajemen Talenta yang diharapkan menjadi suatu startegi mempertahankan talenta menjadi Manajemen Talenan.

Tidak ada satu sistem yang sempurna. Keberhasilan penerapan suatu sistem tidak tergantung dari sempurnanya suatu sistem namun tergantung bagaimana integritas yang menerapkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar