Guru
besar Universitas Indonesia, Prof. Rhenald Kasali kembali mengeluarkan buku
dengan tema “Change”. Kali ini ada dua judul yakni “Self Driving” dan “30
Paspor Di Kelas Sang Profesor”. Menurut Rheinald, pendidik dan telah empat kali
terlebit dalam panitia seleksi calon pimpinan KPK, calon CEO, dan pajabat
publik, saat ini Indonesia dihadapkan pada tantangan perubahan yang lebih
menantang: revolusi mental.
Keberhasilan
Indonesia sebagai bangsa yang besar ditentukan oleh kemampuan mengelola diri
sendiri. Hanya dengan self driving, manusia bisa mengembangkan semua potensinya
dan mencapai sesuatu yang tak pernah terbayangkan. Sedangkan mentalitas
passenger yang ditanam sejak kecil dan dibiarkan para eksekutif, hanya akan
menghasilkan keluhan dan keterbelengguan. Inilah yang diajarkan para CEO
tangkas kepada kaum muda dan eksekutifnya agar keluar dari perangkap
‘passenger’.
Apa yang melatar belakangi Anda untuk
membuat program self driving untuk mahasiswa itu?
Di
Indonesia, tanpa kita sadari ada sebuah budaya mengasuh anak dengan proteksi.
Tetapi tradisi memproteksi anak-anak yang berlebihan, yang terus dibawa hingga
anak-anaknya dewasa bisa mengakibatkan kemampuan kaum muda dalam mengambil
keputusan menjadi lumpuh. Mulanya anak-anak dibedong, lalu digendong dan
dituntun. Setelah menikah, anak-anak diharapkan untuk tinggal bersama orang tua
sampai memperoleh cucu. Jangankan mengambil keputusan hidup, membeli baju
sendiri saja harus dengan kesepakatan orangtua. Ini adalah salah satu penyebab
utama yang mengakibatkan banyak kaum muda kalah dalam mengejar karier dan
impiannya.
Apa tujuannya dari program self driving
itu?
Tujuannya
mendobrak mental passenger mentality itu menjadi mental pengemudi atau driver,
sehingga mereka menjadi lebih waspada, berinisiatif tinggi, berani mengambil
langkah, lebih kreatif, dan lebih kritis.
Bagaimana dengan self driving di dalam
sebuah organisasi bisnis?
Sekarang
kita menemukan kebanyakan pegawai telah di -treat jadi passenger, bukan driver.
Padahal kalau kita lihat hidup ini tidak flat, bergelombnag. Contoh di
perusahaan milik negara, pegawai mereka dengan segala fasilitas dan gaji,
mereka nyaman dengan keadaan seperti itu, tidak ada motivasi untuk
mengembangkan diri, cara berpikirnya “yang penting digaji, perusahaan bukan
punya saya ini” akhirnya dirinya ya berakhir begitu-begitu saja. Nah, tugas
seorang atasan adalah merubah mentalitas passanger, jangan menumpang dalam
perusahaan dan jangan menumpang dalam hidup ini.
Tetapi kan dalam hidup ini tidak semua
kita harus jadi driver?
Iya,
kita boleh memilih, jadi passengger atau jadi driver, tetapi kalau jadi
passanger jadilah good passenger, begitu juga kalau jadi driver. Bad passenger
itu sudah numpang, inginnya enak, mudah caci-maki, mudah sakit hati,
menyalahkan orang lain atas kegagalannya,, menghalangi suksesnya orang lain,
selalu merasa orang lain curang dan culas, kata-katanya pedas. Bednya good
passenger, itu and masih belum bisa berkarya tetapi tidak menjelekkan orang
laijn, tidak menyalahkan keadaan. Nah, good passenger ini modal dasar jadi good
driver.
Tetapi di Indonesia tidak banyak orang
bisa berpikir seperti seorang Rheinald Kasali?
Iya
saat ini, tetapi anak-anak (mahasiswa) saya banyak, suatu saat setidaknya
setengah dari mereka akan menjadi good driver untuk negara ini. Jadi suatu saat
nanti kalau Indonesia bisa punya 20% saja driver itu memberi harapan untuk
kita. (EVA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar