Berita-berita persaingan antar klub, issue
perpindahan pemain, saling incar pemain bintang klub lawan menjadi berita yang
luar biasa menarik. Adu strategi mencuri hati dan memikat pemain bintang,
tarik-ulur nego antara pemain dan manager apalagi ditambah dengan ulasan media,
seakan tidak kalah serunya dengan permainan sepak bola yang sesungguhnya.
Sungguh fenomena yang mengesankan…..It’s a Talent War in Football….
Salah satu case yang menarik terjadi pada salah
satu klub papan atas, jajaran Big Four, liga Inggris yaitu Asenal. Saat ini
Arsenal menjadi salah satu klub yang cukup terguncang dengan fenomena Talent
War dalam sepak bola. Bayangkan, Fabregas, sang Kapten tim yang sekaligus
pengatur serangan pindah ke klub Barcelona lantaran ingin merasakan tropy
juara, Gael Clichy seorang bek sayap yang energik pindah ke Manchester City,
klub bergelimang uang, yang notabene saingan berat dari Arsenal yang berani
membayar lebih mahal, dan Emanuel Eboue gelandang bertahan senior di Arsenal
pindah ke klub Galatasaray Turki karena sudah mulai jarang dimainkan.
Belum lagi issue Samir Nasri gelandang serang
penguasa lapangan tengah Arsenal ini terus-menerus minta untuk dijual ke klub
lawan meskipun sudah ditawari gaji yang lebih tinggi. Hampir sama dengan
Fabregas ia ingin berada di klub yang bisa memberinya tropy juara. Luar
biasa….untung saja saya bukan fans-nya Arsenal, kalau tidak saya pasti sudah
ikut kuatir tentang kemampuan, performa dan daya saing klub ini untuk menjuarai
liga Inggris, terutama pasca ditinggal para pemain kuncinya, pasti kocar-kacir,
apalagi ada beberapa pemain inti lain yang cidera.
Dan prediksi saya terjawab, dalam dua laga awal
setelah liga Inggris dimulai kembali, Arsenal ditahan imbang New Castle dan dikalahkan
Liverpool 2-0.
Nah sekarang, mari kita coba analisa case yang
menarik ini dari sisi Talent Management.
1. Irit Rekrut Pemain Bintang yang Mature
Dalam kurun
waktu 4 th terakhir Arsenal bisa dibilang agak irit rekrut atau belanja pemain
bintang yang mature. Sebagian besar pemainnya adalah pemain muda potensial
dibawah 25 th, yang bagus dari sisi skill namun lemah dalam hal mental &
karakter. Tahun lalu sebenarnya Arsenal berpotensi juara. Separuh musim mereka
berhasil memimpin dengan 7 point di atas MU dan 11 point di atas Chelsea. Namun
beberapa kali mereka kalah pada laga melawan klub-klub medioker, frustasi dan
finish ke-4 di bawah City.
Faktor mental dari anak2 muda inilah yang kurang
diantisipasi oleh Pelatih Arsenal Arsene Wenger. Wenger terlalu mengandalkan
pasukan mudanya yang masih labil dan kurang mengkombinasikannya dengan pemain
bintang yang cukup mature, yang dapat menjadi teladan, motivator yang menjaga
semangat tim di kala mendapatkan tekanan kompetisi yang demikian besar. Wenger
tidak segera mencari pengganti pemain bintang senior yang sudah resign, antara
lain Patrick Viera, Thieery Hendry, Mateuw Flamini & Gallas yang selama ini
menjadi panutan.
Lesson Learn: Talent Readiness, tidak hanya dilihat
dari aspek kompetensi saja, tapi juga Mental dan Kedewasaan.
2. Pemain Pelapis Kurang Siap
Setelah
ditinggal Fabregas, Adebayour, Eboue dan Clichy serta beberapa pemain inti yang
cidera, otomatis tim utama Arsenal bergantung pada pemain lapis kedua mereka.
Para pemain lapis kedua ini, biasanya memang dipersiapkan sebagai regenerasi
dari tim utama. Mereka inilah para kader pemain yang direncanakan untuk
melanjutkan kejayaan sebuah klub, termasuk Arsenal.
Namun dari
dua pertandingan awal dimana Arsenal mengalami 1 seri dan 1 kalah, terlihat
bahwa para pemain pelapis Arsenal secara kapabilitas masih jauh dibawah tim
utama dan kurang pengalaman bertanding di level liga utama yang penuh tekanan.
Mereka belum siap.
Lesson Learn: untuk mempertahankan kejayaan sebuah
Organisasi (Sustainability) dibutuhkan sebuah regenerasi. Proses kaderisasi
harus disiapkan secara matang hingga tidak ada GAP Kompetensi yang terlalu jauh
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
3. Kebanggaan Klub Luntur
Pertanyaan
yang menarik dari case Arsenal adalah,” Mengapa sebagian besar pemain kunci
keluar dari klub…?”.
Salah satu
kondisi yang jadi melatarbelakangi hal ini, yakni Prestasi Klub. Seperti yang
kita ketahui, di eropa sana sepak bola adalah sebuah industri yang dikemas
secara menarik lewat kompetisi atau liga, dikelola secara professional dan
disupport oleh liputan media yang luarbiasa.
Sebuah Klub
dianggap Tersohor apabila mereka bisa menjadi Raja atau Juara di negaranya dan
Jadi Raja di Eropa dengan menjuarai Liga Champions. Inilah yang dianggap
prestasi bagi klub sepakbola eropa, To Be The King of Europe. Tidak banyak
klub2 yang bisa mewujudkannya, namun jika mereka berhasil, maka mereka akan
masuk dalam jajaran elit klub eropa. Buat para pemain, masuk ke dalam salah
satu klub elit eropa merupakan impian. Selain akan membuat diri mereka terkenal
dan digaji lebih besar tetapi bergabung dengan tim elit, akan membuat mereka
punya kesempatan untuk menyentuh, mencium dan menjunjung Piala Champions, Piala
tertinggi di sepakbola eropa. Itulah kebanggaan mereka sebagai pemain
sepakbola.
Sekarang kembali pada kasus Arsenal, secara
historical, Arsenal merupakan klub yang masuk jajaran elit liga Inggris dengan
prestasi 13 kali juara liga dan merupakan langganan masuk liga Champions.
Secara prestasi cukup membanggakan sebenarnya. Namun berdasarkan data, terakhir
mereka menjuarai liga adalah tahun 2004, yang artinya sudah 6 tahun mereka
miskin gelar. Enam tahun terakhir ini mereka kalah bersaing dengan MU dan
Chelsea. Hal inilah yang jadi pemicu krisis moral para pemain Arsenal, disatu
sisi mereka ingin sekali juara, disisi lain 4 tahun terakhir pelatih Arsene
Wenger kurang menambah kekuatan tim dengan pemain-pemain matang yang berkelas.
Itu yang membuat mereka, para pemain kunci itu, menjadi berkecil hati. Mereka
berpikir tidak akan menjadi juara jika tetap bersama Arsenal, dan jalan
keluarnya adalah pndah ke klub yang berpotensi JUARA.
Lesson Learn: Kebanggaan terhadap Organisasi adalah
salah satu factor untuk meningkatkan Talent Engagement. Buat para Talent bangga
dengan organisasi yang mereka miliki. Dan itu bisa diwujudkan dengan
mengembangkan performance dan meningkatkan prestasi organisasi. Agustinus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar