Tak disangka,
perekonomian Indonesia yang tumbuh cukup bagus di tengah krisis ekonomi global,
mempunyai masalah dalam hal sumber daya manusia. The Boston Consulting Group
(BCG) melihat negara republik ini kekurangan tenaga kerja yang berkualitas.
Jika tidak diatasi segera, lembaga ini memprediksi selisih permintaan dan
penawaran akan tenaga kerja tersebut bakal melebar.
The
Boston Consulting Group
Hal itu dikemukakan BCG
dalam laporannya yang berjudul “Growing Pains, Lasting Advantage: Tackling
Indonesia’s Talent Challenges.”
BCG melihat bahwa, saat ini, Indonesia
sudah menghadapi kekurangan manajer tingkat menengah. Dan di tahun 2020,
kesenjangan antara permintaan dan penawaran akan semakin tinggi, yaitu mencapai
56 persen. Padahal ekonomi Indonesia diprediksi akan masuk dalam 15 besar dunia
dalam sepuluh tahun mendatang.
Tahun 2020, BCG berpandangan, perusahaan-perusahaan besar di Indonesia hanya bisa mengisi sekitar setengah kebutuhan pekerja tingkat pemula dengan kandidat yang benar-benar berkualitas. Di tingkat senior, dari segi jumlah, tingkat kekurangan diperkirakan akan lebih rendah. Akan tetapi, banyak kandidat kurang memiliki pengalaman global dan kemampuan memimpin yang dibutuhkan untuk meraih kesuksesan.
Kondisi tersebut muncul
karena sistem pendidikan nasional dalam mempersiapkan pelajar untuk menghadapi
dunia kerja masih lemah. Alhasil, sumber daya manusia di Indonesia pun tidak
siap menghadapi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, juga pertumbuhan
sektor jasa yang sangat cepat.
Hanya 22 persen dari
populasi usia kuliah di Indonesia yang melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas.
Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan Brasil, Rusia, dan China.
Persoalan semakin diperburuk dengan fakta bahwa hampir 60 persen lulusan
berganti pekerjaan pada tiga tahun pertama dan lebih dari sepertiganya berganti
pekerjaan lebih dari sekali.
“Meskipun kondisi tenaga
kerja ini terlihat suram di masa depan, perusahaan tidak perlu merasa kalah.
Dengan mengatasi masalah ini sekarang, mereka bisa melompat jauh dibandingkan
kompetitor yang kurang berpandangan jauh ke depan,” ungkap Dean Tong, Partner BCG
dan salah satu penulis laporan.
Solusi terhadap
masalah
Sebagai penyelesaian
terhadap masalah SDM ini, BCG dalam laporannya menyatakan bahwa perusahaan
harus secara komprehensif mengatasi masalah tenaga kerja dan kepemimpinan.
Perusahaan juga tidak bisa bergantung pada strategi jangka pendek, seperti
merekrut pekerja dari perusahaan kompetitor. Karena, berburu tenaga kerja dari
kompetitor akan mengirim pesan tidak sehat pada karyawan, yakni bila mereka
ingin meningkatkan karirnya maka mereka harus berganti pekerjaan.
Karena itu, BCG menyarankan
delapan pendekatan yang dapat digunakan untuk perencanaan tenaga kerja,
rekrutmen, pelatihan, pengembangan karir, manajemen kinerja, merek perusahaan,
keahlian pekerja, dan sistem meritokrasi. Beberapa perusahaan di Indonesia
telah mulai menerapkan beberapa elemen dari pendekatan ini. Astra
International, salah satu contohnya, telah membangun Astra Management
Development Institute, yang mengelola program pengembangan untuk para
pegawai baru dan dua tingkatan teratas pemimpin perusahaan.
Lalu, Pertamina, sebagai
Badan Usaha Milik Negara, menggunakan media sosial dalam usaha merekrut
pegawai. Perusahaan tersebut memiliki 50.000 pengikut di Twitter dan Facebook.
Pertamina menggunakan kedua media tersebut untuk berinteraksi dengan tenaga
kerja potensial.
“Menciptakan sistem
pengelolaan tenaga kerja yang terbaik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
dicapai dan seumur hidup untuk dijaga,” tambah Bernd Waltermann, Senior Partner BCG
dan salah satu penulis laporan “In Indonesia, where talent is so scarce,
companies that create that edge will keep it for a long time.” (EVA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar