Pada tahun 2020 diperkirakan Indonesia akan menyumbang 36,7% calon leader serta memiliki lulusan yang berusia 25-34 tahun dari program doktoral. Demikian hasil riset SHL belum lama ini yang disampaikan dalam kesempatan Kongres Nasional III Assessment Center Indonesia 2013 di Hotel JW Mariott Kuningan, Jakarta.
“Potensi SDM Indonesia tersebut sayangnya belum banyak diketahui oleh kita sendiri sebagai masyarakat Indonesia,” ujar Marizca Tambunan, Managing Director PT SHL Indonesia dalam sesinya yang berjudul Assesment Center and Talent Management.
Dengan adanya perkembangan sumber daya manusia tersebut, Human Capital (HC) bukan hanya menjadi pemikiran tampuk managerialnya saja, namun pemikiran semuanya. “Dari penelitian yang dilakukan, isu talent menjadi pemikiran semuanya dari engineering hingga keuangan, so it’s everyone business issue,” ujarnya.
“Seorang HC yang saat ini telah menjadi business partner dalam organisasi, harus dapat menggunakan nalarnya dalam memikirkan kebijakan strategis di lingkup SDM, contohnya bagaimana caranya membuat karyawan betah,” ungkap Marizca. Ia mencontohkan misalnya dalam mengelola talent gen Y.
Dalam mengelola gen Y, Marizca memberi tips agar perusahaan melalukan fresh approach. Karena karyawan gen Y biasanya suka melakukan komparasi dalam hal kompensasi, karena itu pendekatan perusahaan tidak hanya memberikan gaji, tetapi menawarkan banyak paket-paket menarik.
Hal ini juga diamini oleh Evita M. Tagor, Direktur SDM PT Pertamina (Persero) yang juga merupakan salah satu pembicara dalam sesi tersebut. Evita mengatakan, gen Y khususnya di Indonesia jika diamati, suka sekali melakukan komparasi dalam hal gaji. “Ada temannya yang baru saja diterima bekerja sudah langsung ditanyakan ke temannya, Kamu gajinya berapa? Sehingga kami (Pertamina–red) menjalankan strategi retention dengan menawarkan paket-paket yang menarik pada karyawan.”
Penalaran ini juga harus dibawa dalam pengembangan talent pool. “Assessment center mestinya tidak melihat karyawan hanya berdasarkan judgement resultnya saja. Ada beberapa yang harus difokuskan yaitu result, potensi, dan kompetensi harus digabungkan dalam proses Assessment. Maka dari situ kita dapat mengetahui apakah karyawan tersebut today’s performer atau future star, hal ini disebut talent audit,” tuturnya.
Menanggapi pertanyaan peserta manakah yang harus lebih didahulukan dalam melakukan penilaian antara result, potensi, atau kompetensinya, Marizca menjawab bahwa, jika perusahaan terlalu berfokus kepada salah satunya maka akan terjadi ketimpangan dalam pengolahan talent pool perusahaan. Ia memberikan contoh jika perusahaan hanya berfokus pada result dalam mencari talent, maka perusahaan tersebut tidak bisa mengembangkan karyawannya untuk masuk ke posisi lain ataupun posisi yang lebih tinggi.
“Benchmarking organisasi juga harus senantiasa dilakukan. Kita tidak bisa melihat hanya ke dalam organisasi saja, kita juga harus dapat melihat keluar, karaktertistik dari global employee, karena saat ini sudah banyak pekerja asing yang masuk ke Indonesia” tambah Marizka.
Senada dengan Evita dan Marizka, Pandu A. Djadjanto selaku staf ahli SDM & Teknologi Kementrian BUMN mengatakan, saat ini pengembangan future leaders menjadi topik yang penting bagi bidang SDM di BUMN. Langkah strategis mereka lakukan salah satu contohnya melalui pembaharuan dalam proses assessment direksi BUMN, yaitu penggunaan metode talent pool, profiling calon direksi BUMN melalui pengumpulan data dari berbagai sumber, selanjutnya ialah fokus pada pengembangan kompetensi SDM melalui program pelatihan dan pengembangan, juga melakukan retensi pada talenta terbaik.
Lanjutnya, “SDM memegang peranan penting, karena penguasaan pada faktor lainnya seperti perekonomian, iptek, dan hukum akan dapat dilaksanakan apabila kita memiliki SDM yang tangguh juga berkualitas,” tegas Pandu. (*/@shinnyislamiyah @friesskk)
Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar