Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Senin, 15 Desember 2014

Talent Identification – Competencies

Setelah talent dipisahkan berdasarkan Calling dan Character-nya, bagian ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah Competencies. Ini mencakup yang sudah pernah dikerjakan dan dibuktikan hasilnya maupun potensi terpendam yang dimiliki oleh si calon talent yang belum dapat dieksploitasi karena keterbatasan exposure dalam pekerjaannya saat ini.

Ada tiga Competencies yang penting bagi seorang talent yang akan jadi seorang Leader perusahaan di kemudian hari yakni:1. Technical Competencies: Mencakup kemampuan dan ketrampilan teknis yang dimiliki talent sesuai dengan bidang ilmu dan bidang pekerjaan yang digelutinya misalnya bidang financial, marketing, production, manufacturing, engineering, information technology, legal, accounting dsb

2. Business Competencies: Mencakup kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki talent dalam memahami aspek bisnis secara keseluruhan. Termasuk di dalamnya pengetahuan yang memadukan cross functional competencies serta industry knowledge. Pemahaman akan bisnis secara holistic akan membuat talent semakin mudah dikembangkan menjadi CEO dibandingkan talent yang sangat menguasai aspek teknis tanpa menghiraukan aspek bisnis.

3.
People Competence: Mencakup kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki talent dalam mengelola bawahan, kolega dan atasan. Pengelolaan bawahan dimulai dari rekrutmen, pengembangan sampai retrechment. Pengelolaan kolega mencakup team work dan synergy cross functional. Mengelola atasan termasuk bagaimana menjadi a good follower.

Dari pengalaman yang saya peroleh selama ini, technical competence merupakan kompetensi yang paling mudah dikembangkan dan dipoles. Secara langsung dengan penugasan di berbagai proyek atau fungsi yang berbeda dalam satu perusahaan atau tidak langsung dengan penugasan di gugus team untuk proyek tertentu dengan jangka waktu tertentu (lihat tulisan saya di gugus team). Karena kemudahannya, maka percepatan kompetensi di bidang ini boleh dikatakan gampang dicapai.

Bagi perusahaan, pelatihan dan pengembangan technical competencies ini bisa dilakukan dengan pelatihan di kelas dan lapangan dalam bentuk in class training, workshop ataupun benchmarking. Semakin bersifat “Core Competencies”, artinya menjadi ‘rahasia” perusahaan pelatihannya harus bersifat in house, sedangkan technical competencies yang bersifat general bisa dilakukan out house.

Aspek business competencies lebih sulit dilatih dan dikembangkan bila perusahaan berhenti tumbuh atau talent hanya ada di satu perusahaan saja. Ini keuntungan konglomerasi karena talent bisa di expose ke berbagai industri yang akan memperdalam pemahaman talent terhadap industrinya. Ketika satu perusahaan memiliki value chain dari hulu ke hilir, maka pengembangan talent untuk memperdalam industri ini menjadi lebih lengkap dibandingkan perusahaan yang sangat kuat di hilir atau hulu saja.

Kesulitannya adalah aspek ini tidak bisa dilatih dengan metoda pelatihan seperti technical competencies. Ini harus dilakukan dengan on the job dan project base yang dibarengi dengan para COACH. Atasan berfungsi sebagai coach untuk memandu talent mengerti business secara keseluruhan. Peran atasan ini sangat penting dan strategis untuk mempercepat internalisasi kompetensi ini.

Aspek people competencies adalah paling sulit. Secara pengetahuan bisa dilakukan dengan training seperti managing people, situational leadership, negotiation skill, coaching and counselling technique, targetted selection dan berbagai modul pengambangan SDM yang sudah banyak berada di pasar pelatihan. Namun pengetahuan ini hanya akan berhenti setelah pelatihan bila atasan tidak memonitor secara ketat agar ada perubahan yang terjadi di level aktivitas sehari hari.

Aspek ini harus dikembangkan oleh masing masing talent terhadap bawahan, kolega dan atasannya sendiri secara daily. Atasan atau mentor harus berfungsi sebagai “Bapak” alias Parenting leadership. Membimbing talent secara bapak-anak untuk transfer kemampuannya sendiri serta memberi feedback bagi talent ketika ada masalah soal people management ini.

Secara detail, lihat tabel di bawah ini.



Beberapa hal yang perlu dijadikan catatan dalam menilai seorang talent berdasarkan ketiga aspek dalam Competencies ini:1. Seseorang akan mudah diklasifikasikan sebagai talent, ketika technical competencies-nya menonjol. Ini adalah anak tangga pertama yang membuat seorang karyawan bersinar di lingkungannya sehingga diangkat menjadi talent.

2. Talent yang hanya kuat pada technical competencies tanpa mampu beradaptasi dengan industry-nya akan berhenti sampai level tengah. Dia akan menjadi semi spesialis dan bukan generalis.

3. Talent yang tidak memiliki people competencies akan terhuyung huyung untuk naik keatas. Ini adalah competencies yang paling kritikal kalau perusahaan ingin mencari calon CEO yang membuat perusahaannya adalah perusahaan yang ‘others try to emulate’.

Pertanyaannya:

1. Di perusahaan Anda competencies mana yang paling dihargai untuk menjadikan seseorang menjadi talent?

2. Apa cara yang dilakukan untuk mengembangkan competencies tersebut?

3. Sampai sejauh mana CEO Anda terlibat dalam pengembangan competencies ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar