Indonesia diproyeksikan akan menduduki posisi ke 7 dalam market terbesar di dunia pada tahun 2030. Berbagai perusahaan dunia sudah melirik untuk berinvestasi di Indonesia.
“Kompetitor kami sudah mulai merasakan potensi Indonesia yang demikian besarnya tersebut dengan mulai berinvestasi di negara ini,” ucap Enny Sampurno, HR Director PT Unilever Indonesia, Tbk pada acara 12 th Roundtable Discussion, dengan tema Building Global Indonesian Leaders by Systematic Learning di Universitas Atmajaya (30/8).
Enny menerangkan Unilever Indonesia sendiri merupakan penyumbang pendapatan ke-enam terbesar bagi Unilever global. “Prestasi tersebut juga harus diikiiuti dengan prestasi dalam pengembangan people-nya,” kata Enny.
Oleh karena itu, Unilever Indonesia dengan program developing global leader, berusaha untuk menyiapkan talent-talent yang mereka miliki untuk dapat siap dan capable di masa akan mendatang.
“Talent-talent kami ditugaskan ke tempat di mana mereka akan mengalami kejadian dalam pekerjaan lima atau enam tahun ke depan dari segi distribution channelnya, kompetisinya, dan hal lainnya” ujar Enny. “Kami mengirimkan ke luar negeri sebagai sarana pembelajaran untuk mereka, untuk kemudian nanti mengisi posisi di Indonesia,” lanjutnya.
Lebih lanjut Enny menjabarkan tantangan yang biasanya dihadapi dalam men-develop leadernya di Unilever menjadi tiga bagian:
Pre assignment: “Dari sesi interview biasanya orang kita yang team player memiliki kecenderungan untuk mengatakan we dibandingkan i saat ditanyakan project apa saja yang telah berhasil talent tersebut selesaikan. Hal ini seringkali menimbulkan kebingungan bagi interviewer asing yang mewawancarai mereka,” tutur Enny.
During assignment: Pada tahapan ini biasanya mereka akan mengalami culture shock terlebih dahulu, dari segi penyesuaian dengan kehidupan sehari-hari dari talent tersebut dan keluarganya. Penyesuaian dengan rekan kerja atau atasan. “Misalnya jika kita bekerja dengan atasan yang berasal dari Inggris, bagi mereka tidak ada batasan antara atasan dan bawahan,” ucap Enny.
Kemudian virtual working environment yang mereka harus hadapi, di mana anak buahnya berasal dari berbagai negara dan harus berkoordinasi melalui gadget, dan kenaikan posisi yang talent tersebut dapatkan. “Semakin tinggi posisi jabatan yang dijalani seorang talent, pasti diharapkan harus dapat cepat beradaptasi dengan lingkungan kerjanya,“ ucapnya.
Post assignment: “Biasanya setelah talent ditugaskan ke luar negeri selama beberapa tahun, mereka akan kembali ke Indonesia, di situ kami harus bisa mematchingkan posisi kosong untuk mereka. Atau kondisi lainnya adalah setelah beberapa tahun di luar negeri, talent tersebut mempunyai urusan keluarga yang mengharuskan ia kembali ke Indonesia,” tutur Enny.
Strategi yang kemudian dikeluarkan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut adalah dengan memperkuat talent pipelinenya, mengirimkan talent-talent yang sesuai dengan kebutuhan, baik dari segi kepribadian dan juga kebutuhan dalam bidang operasional atau strategis yang diperlukan saat itu.
Selain itu Enny memaparkan hal lainnya yang Unilever Indonesia lakukan adalah dengan mengirimkan talent mereka sedini mungkin untuk melaksanakan job assignment di luar negeri, menanyakan apa saja hambatan yang mereka rasakan saat melaksanakan job assignment (keep them warm), dan melalui talent control tower, “Kita mengetahui posisi-posisi kosong apa sajakah yang dapat diisi saat ini,” ucap Enny.
“Selain itu bagi talent asing yang berada di Unilever Indonesia, kami seringkali memberikan informasi dan sharing kepada mereka mengenai strategi untuk berkoordinasi dengan sdm Indonesia di Unilever. Kuncinya adalah dimulai dengan heart, yaitu sentuh mereka sebagai seorang kawan, baru dapat diakhiri dengan head,” pungkasnya. (*/@shinnyislamiyah)
Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar