Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Senin, 15 Desember 2014

TEMPO adalah solusi “Talent” dengan Format 4.0

Talent yang merupakan karyawan dengan potensi khusus harus dikelola dengan cara yang khusus agar menghasilkan kader dengan karakter dan kinerja yang khusus pula. Ini memerlukan program yang terencana dan terintegrasi dengan baik. Bukan hanya membutuhkan modal finansial tapi modal waktu dan upaya dari CEO sampai ke jajaran manajemen puncak lainnya. Pengelolaan talent tidak boleh didelegasikan ke orang lain, apalagi hanya ke bagian SDM yang akan terbentur pada pengelolaan aktivitas dan administrasi. Kalau CEO tidak mau punya waktu untuk mengelola Talent, tidak akan pernah terjadi Talent Management yang rapi dan konsisten dalam pelaksanaannya.

Siklus Talent Management harus solid dan didukung oleh semua pihak, saya menyebutnya dengan Siklus TEMPO yaitu :

1. Talent Identification

2. Environment Readiness

3. Mentoring System

4. Pilot Testing Field

5. Opportunity to try new things

Talent Identification
Langkah ini merupakan langkah awal yang sangat strategis sekaligus kritis. Apa yang menjadi kriteria seorang karyawan diangkat menjadi talent? Metoda apa yang dipakai untuk mengukur kualitas calon sesuai dengan kriteria yang dipakai? Metoda pengamatan langsung, assessment psikologis, diskusi antar pimpinan? Bagaimana menvalidasi bahwa nilai-nilai dalam setiap kriteria adalah nilai yang sahih?

Bagi penganut akademik, tentunya langkah identifikasi ini akan dimulai dengan serangkaian survey atau diskusi untuk menemukan kriteria seorang talent yang dianggap tepat. Bisa dilakukan dengan analisa data yang kompleks atau didekati dengan pendekatan pragmatis, sebagai langkah awal, berdiskusi dengan BOD sebagai badan tertinggi. Seorang yang pernah duduk di kursi CEO akan tahu bagaimana menjadi CEO yang paling baik.

Kuncinya adalah adanya kesamaan pendapat antar pemimpin tertinggi dalam perusahaan tentang apa yang pantas dimiliki oleh seorang talent adalah ‘talent criteria’ yang paling baik saat ini. Kriteria ini bisa terus diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut pada masanya. Jangan terlalu sederhana dan jangan terlalu kompleks. Pengalaman saya dengan 5-10 kriteria sudah lebih dari cukup. Yang terpenting, kriteria yang mudah dipahami dan mudah dievaluasi tanpa perangkat test yang terlalu kompleks.

Environment Readiness
Selain penyiapan siapa talent yang ada dalam perusahaan, harus disiapkan pula lingkungan kerja yang siap menerima kehadiran talent yang akan diprogram untuk dipercepat perkembangan potensinya. Banyak perusahaan yang sudah terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk merekrut calon yang potensial baik dari dalam atau dari luar, tapi ternyata calon tersebut tidak berkembang atau memilih keluar karena ternyata lingkungan tidak siap dan tidak disiapkan untuk menerima kehadiran seorang talent dengan gaya yang berbeda dengan yang biasa.

Ada banyak pendapat yang mengatakan bahwa seorang talent yang benar benar mumpuni akan mampu mengubah lingkungannya. Tanpa dipersiapkan, ia akan mempu mengatasinya dan muncul sebagai talent yang baik. Pendapat ini, menurut saya, tidak seluruhnya benar. Banyak talent yang tidak mau membuang waktu merubah lingkungan yang tidak bersahabat munculnya STAR, lebih baik ia bergabung dengan perusahaan lain yang memang memiliki lingkungan yang sangat bersahabat dengan tumbuhnya STAR.

Saya berpendapat menyiapkan lingkungan yang kohesif buat talent merupakan pertanda bahwa manajemen di perusahaan itu solid dan memiliki perencanaan yang baik. Lingkungan yang disiapkan akan mempercepat terbentuknya budaya kinerja tinggi yang dibutuhkan.

Mentoring System
Setelah calon diidentifikasi lalu lingkungan disiapkan dengan cermat, ada hal penting lain yang harus disiapkan agar talent benar benar berkembang dengan cepat yakni Mentor.

Mentor bertugas untuk membantu talent dalam merumuskan langkah strategis serta mendukung talent dalam memetakan dan menguraikan masalah operasional sehingga ia dapat membuat keputusan dengan lebih bijak. Tugas Mentor bukan membantu talent membuat keputusan, ini bukan mentoring yang baik.

Mentor harus banyak bertanya sehingga talent menemukan sendiri jawabannya melalui serangkaian jawaban yang dijawabnya sendiri dan menemukan pemikiran lain yang mungkin selama ini kurang diperhatikan. ‘Expanding horizon’ adalah tugas yang mentor harus lakukan agar talent melihat wawasan lain yang lebih luas.

Pilot Testing Field
Setelah dimentor, langkah yang paling penting untuk menguji apakah talent benar benar memiliki kualitas STAR adalah dengan mengujinya di tempat yang sulit, kompleks dan penuh ke tidak pastian. Keberanian CEO untuk menempatkan talent di tempat yang susah adalah keberanian yang akan membuahkan hasil yang bagus.

Misalnya, talent yang bagus diminta untuk menjadi pimpinan perusahaan yang sedang terkena masalah industrial relations yang pelik terkait hubungan manajemen dan serikat pekerja yang kurang harmonis. Ini untuk menguji kemampuan talnt untuk mengelola konflik dan kemampuan emosionalnya bernegosiasi dengan pihak lain.

Semakin tinggi proyeksi promosi talent, semakin sulit dan kompleks pilot test ang harus dijalani si talent. Ketika talent berhasil di beberapa fungsi, atau perusahaan lain dalam kelompok usaha yang sama, maka akan semakin menambah keyakinan di talent dan CEO bahwa ia merupakan kader yang potensial.

Opportunity to try new things
Kalau di fase pilot test masih merupakan inisiatif perusahaan dan pimpinan, di fase ini talent diberi kesempatan untuk memikirkan hal baru, memilih project baru, melahirkan konsep baru sesuai dengan pilihannya di area yang dia pilih. Ini untuk menguji seberapa jauh kemampuan talent untuk mewujudkan mimpinya dengan implementasi ide terobosannya.

Kalau kelima siklus ini dijalankan dengan cermat dibarengi dengan komitmen tinggi CEO, maka program pengembangan talent tidak hanya menjadi macan kertas yang hanya bagus di konsep tapi ompong di implementasinya. Itu sebabnya TEMPO harus dikomandoi oleh CEO sendiri, karena dia yang paling tahu siapa yang bisa menggantikannya dengan kualitas yang lebih bagus dari dirinya bukan ? Paulus BWS

Point untuk direnungkan:
1. Apakah perusahaan Anda sudah memiliki Talent Mangement?

2. Kalau sudah, di point berapa yang sering menjadi masalah dalam cycle TEMPO ini?

3. Apa pengalaman Anda dalam mengembangkan konsep ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar