Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Jumat, 06 Februari 2015

Proactive Vs Reactive

Ada 2 orang yang bekerja di perusahaan yang sama, A dan B. A adalah seorang pekerja keras dan proaktif. Baginya bekerja bukan hanya sekedar menyelesaikan pekerjaan rutin, tetapi juga media pembelajaran untuk melangkah ke jenjang berikutnya yang lebih baik.

Sedangkan B adalah seorang pemalas yang sekedar mengerjakan apa yang diperintahkan, bahkan cenderung selalu menghindari tanggung jawab. B memiliki persepsi bahwa tugas dan pekerjaan adalah beban yang harus dihindari sebisa mungkin. Dia tidak pernah berusaha mengembangkan diri atau bersikap proaktif.
Akibatnya, pada saat penilaian kinerja, A memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan B. Berikutnya, manajemen dan departemen-departemen lain di perusahaan tersebut mengetahui perbedaan kinerja dan karakter kedua pekerja ini. Hasilnya dapat dengan mudah ditebak, pencapaian karir A jauh lebih baik dibandingkan dengan B.


Dari cerita di atas, kita dapat memahami bahwa HASIL yang kita peroleh tergantung dari TINDAKAN kita. Masalahnya, banyak orang menginginkan hasil yang besar tanpa usaha yang sepadan. Mirip si B yang menginginkan hasil si A tanpa mengubah perilaku, tindakan dan kebiasaannya yang masih B.
Jika ingin memperoleh hasil yang berbeda, maka kita harus ubah tindakan kita. Kita harus memiliki sikap proaktif.
SEANDAINYA SAJA
Pernahkah Anda mendengar ada yang berkata:
Seandainya saja saya mempunyai lebih banyak uang.
Seandainya saja saya memiliki lebih banyak waktu.
Seandainya saja saya lebih banyak punya relasi.
Seandainya saja saya dulu belajar tentang IT.
Seandainya saja saya memiliki kekuasaan.
Seandainya saja saya berasal dari keluarga kaya.
Seandainya saja saya ….
Banyak orang menyerah terhadap kekuatan pengkondisian dalam hidup mereka. Mereka menyatakan bahwa hidup mereka telah ditentukan oleh pengkondisian tersebut dan mereka sama sekali tidak memiliki kendali atas pengaruh tersebut.
Stephen R. Covey menjelaskan kekuatan pengkondisian ini dengan teori determinisme-nya. Ada tiga jenis determinisme yang digunakan secara luas oleh banyak orang, yaitu:
1.     Determinisme genetis, pada dasarnya menyatakan karena faktor genetis/keturunan Anda seperti ini. Kakek-nenek Anda mudah marah, itulah sebabnya menurut Anda karakter Anda adalah seorang pemarah.
2.     Determinisme psikis, pada dasarnya menyatakan orang tua Anda-lah yang menyebabkan Anda seperti ini sekarang. Metode pengasuhan, pengalaman buruk masa kecil, penolakan, penghinaan saat Anda masih rentan secara fisik dan emosional dulu.
3.     Determinisme lingkungan, pada dasarnya mengatakan bos Anda, pasangan Anda, anak Anda, kondisi perekonomian, cuaca hari ini, kebijakan pemerintah, atau seseorang atau sesuatu lain di lingkungan Anda saat ini menurut Anda bertanggung jawab atas situasi Anda.
 Menurut Wikipedia (2012), kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif dalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.
Artinya, proaktivitas lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Kata ini menunjukkan bahwa kita sebagai manusia bertanggung jawab atas hidup kita sendiri dan tidak menyalahkan keadaan, kondisi atau pengkondisian untuk perilaku mereka. Lawan kata dari proaktif adalah reaktif. Orang-orang reaktif adalah mereka yang memilih untuk memberi kekuatan pada stimulus-stimulus determinisme.
SAYA TIDAK BISA, SAYA TIDAK TAHU,
ITU BUKAN TANGGUNG JAWAB SAYA
Bahasa adalah indikator temudah yang dapat digunakan untuk mengukur proaktivitas seseorang. Dari bahasa yang dikeluarkan seseorang, kita dapat melihat kualitas mereka. Apakah mereka menggunakan bahasa proaktif yang positif sehingga menggambarkan mindset positif mereka, atau sebaliknya.
Bahasa reaktif umumnya terlihat sebagai bahasa yang menjadi bagian dari upaya orang-orang reaktif untuk melepaskan tanggung jawab dan kabur dari masalah. Contoh perbedaan penggunaan bahasa reaktif dan proaktif adalah:
1 REAKTIF                                                                   
1 Sumpah. Saya tidak tahu. Itu bukan tanggung jawab saya.        
2 Coba saya lihat, pendekatan apa yang kita dapat optimalkan untuk masalah ini. 
1 Saya tidak bisa, pekerjaan saya sudah banyak. (walaupun kita semua memahami, beban pekerjaannya tidak sebanyak itu).   
2 Deadline saya masih banyak, tetapi mari kita cari solusinya agar masalah ini dapat selesai secara efektif dan efisien.
1 Saya harus menggunakan pendekatan B, karena atasan saya mewajibkan saya menggunakan pendekatan ini. Jadi, kita tidak perlu bahas mengapa saya menggunakan pendekatan B.           
2 Saya memilih pendekatan B, karena cost-benefitnya lebih baik dibandingkan dengan pendekatan A yang pernah kita lakukan.
1 Tidak ada yang dapat kita lakukan. Semua usaha telah dilakukan.       
2 Mari kita lihat alternatif apa yang kita miliki.

2 PROAKTIF
1 Saya takut, ini tidak sesuai dengan prosedur. Jadi kita tidak usah mencobanya, walau benefitnya lebih banyak. Tidak perlu diusulkan, pasti tidak disetujui oleh atasan. Berbahaya ini.           
2 Mari kita petakan apa risiko yang mungkin timbul dari tindakan ini. Lalu kita cari mitigasi risiko-nya. Setelahnya, kita harus komunikasikan dengan atasan dan otoritas lainnya tentang kemungkinan tindakan yang dapat kita ambil.
1 Ini bukan urusan saya sama sekali, saya tidak tahu. Coba hubungi yang lain. Dulu tugas ini sudah didelegasikan ke yang lain. Saya tidak tahu, siapa yang tahu. Saya benar-benar tidak tahu. Saya benar-benar baru departemen ini. Saya baru 5 tahun di sini (Wow, baru kok, 5 tahun ya?)      
2 Tampaknya kita akan memperoleh solusi yang lebih baik jika berkomunikasi langsung juga dengan Bpk A. Mari kita diskusikan masalah ini dengannya.
Kontribusi positif dari sikap proaktif terkadang dapat tertutupi oleh politik kantor. Ada beberapa orang, yang sengaja bersikap reaktif agar dapat menggembosi rekan kerja lainnya sehingga para penjilat ini dapat terlihat lebih baik dibandingkan yang lainnya. Di depan atasan, mereka selalu menunjukkan kualitas sikap proaktif. Di belakang atasan, mereka berusaha menggembosi rekan kerja yang lain dengan berperilaku reaktif . Untuk para benalu seperti ini, berlaku rumus pengecualian:.
PROAKTIF + (PENJILAT) = REAKTIF
Artinya: ya sama saja, podo wae.
Mereka sebenarnya hanya berperilaku reaktif, hanya dapat menjadi bagian dari masalah, tanpa dapat menjadi bagian dari solusi masalah. Mereka menihilkan kontribusi upaya proaktif mereka karena hasil dari tindakan mereka lebih banyak artificial dan sekedar make-up temporer. Lebih ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, bukan kepentingan perusahaan. 
Menjadi semakin berbahaya, jika vested interests mereka adalah menciptakan dan memperbesar masalah agar mereka bisa masuk ke dalam masalah tersebut, dan menjadi superhero yang membereskan masalah yang sebenarnya mereka ciptakan tersebut. Ya, ya, ya, Politics is Always Dirty.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar