Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Jumat, 03 April 2015

Memenangi Persaingan Lewat Talent Management

Menyikapi persaingan di dunia bisnis saat ini dimana bajak membajak talent sudah menjadi hal yang lumrah, tiap organisasi dituntut harus memiliki kemampuan mengelola dan mengembangkan talent yang mereka miliki. Benarkah talent management menjadi kunci untuk memenangi persaingan?
Bisa jadi iya. Bila kita mengacu dalam sebuah survey yang dilakukan IHRIM (The International Assosiation for Human Resource Information) dan Knowledge Infusion, sebuah perusahaan konsultan yang memiliki expertise dan menyediakan solusi dalam bidang human resources dan talent management, ditemukan bahwa sebanyak 77 persen responden memandang bahwa kebutuhan organisasi terhadap talent management meningkat selama tiga tahun ke depan.

Survey ini sendiri dilakukan pada tahun 2006 dan melibatkan 3.000 anggota IHRIM dan klien-klien Knowledge Infusion. Terkait dengan hasil survey tersebut, Jason Averbook, CEO Knowledge Infusion menyatakan bahwa isu mengenai kekurangan talent dan bagaimana melakukan redeployment terhadap internal employees mereka akan sangat penting sehingga organisasi harus menyatukan training, knowledge dan performance, sebagai key drivers untuk berbagai inisiatif dalam talent management agar lebih baik lagi.


Hasil survey tersebut juga menyebutkan bahwa talent acquisition, leadership development, aligning people and goals, performance management dan talent management metrics sebagai faktor-faktor penting yang secara langsung merefleksikan keberhasilan atau kegagalan talent management dari organisasi.
Salah satu permasalahan penting yang terjadi dalam talent management menurut Averbook adalah saat ini sering terjadi ada gap antara learning dan HR. Karena itulah antara learning dan HR butuh untuk mengerti apa goals dan objectives satu sama lain. Selain itu juga sangat penting untuk memastikan bahwa mereka telah mengarah ke tujuan yang sama.

Averbook memaparkan bahwa inti dari talent management umumnya terbagi menjadi tiga hal: build, buy dan outsource. “Jika HR department berada dalam mode membeli, artinya mereka lebih banyak melakukan rekrutmen, sementara learning department lebih banyak membangun, artinya mereka mencoba untuk men-develop orang secara internal, maka ini adalah sebuah konflik besar. Dan organisasi-organisasi tersebut harus menyamakan, khususnya ketika krisis talent manajement menjadi nyata dan nyata di perekonomian”, tukas Averbook.

Hasil survey dari IHRIM dan Knowledge Infusion yang mengemukakan bahwa kebutuhan akan talent management akan menjadi salah satu isu utama di kalangan HR executives tampaknya cukup terbukti. Setidaknya hal itu terlihat tatkala Boston Consulting Group (BCG) dan European Association for Personal Managament (EAPM) mengadakan survey yang melibatkan lebih dari 1350 eksekutif dari 27 negara Eropa. Dalam hasil survey yang dilakukan tahun 2007 ini, disebutkan bahwa managing talent merupakan isu yang paling utama.

Perkembangan Meningkat
Saat ini perkembangan talent management sendiri meningkat pesat. Di Amerika Serikat saja, konsep Talent Based Human Resouce Management (TBHRM) perlahan tapi pasti dinilai banyak praktisi sebagai konsep yang lebih lengkap dan menyeluruh dibandingkan konsep Competency Based Human Resouce Management (CBHRM) yang diperkenalkan sekitar 33 tahun lalu oleh Prof Dr David McClelland.

Hal itu terutama dirasakan dalam 2-3 tahun terakhir ini. Menurut Agustinus Agung Wirawan, Senior Consultant People Talent Suma Consulting yang sejak beberapa tahun terakhir mengembangkan konsep Talent Based Human Resource Management (TBHRM) menjelaskan bahwa perubahan paradigma dan pemikiran para pelaku human resource terhadap sumber daya manusia sebagai salah satu faktor penyebab meningkatnya kesadaran terhadap konsep talent management.

“Jadi kalau human capital kan perusahaan benar-benar menganggap karyawan sebagai asset, people sebagai faktor yang strategis dalam pengembangan perusahaan. Sehingga orang menganggap perusahaan tidak akan maju kalau orangnya tidak diurusin. Itu kenapa akhirnya secara kebutuhan orang sudah mulai fokus pada yang namanya talent management”, tambahnya.

Agustinus juga menambahkan bahwa pada dasarnya talent management merupakan sebuah proses bisnis yang dilakukan dalam rangka mengintegrasikan proses perencanaan, rekrutmen, pengembangan dan retain dari talent-talent yang ada di perusahaan. Tujuannya agar perusahaan bisa berkompetisi dan mencapai target-target yang telah digariskan. “Jadi talent management merupakan rangkaian proses yang dilakukan untuk memanage talent dalam rangka mencapai gol perusahaan.”

“Karena kan seiring berjalannya bisnis banyak kebutuhan karyawan dilevel-level tertentu. Dan konsep talent management sebenarnya penting karena terjadi bajak-bajakan SDM. Lebih karena keterbatasan resources dan kebutuhan pasar. Kondisi itu akan membuat talent war. Sehingga dari perusahaan muncul kebutuhan untuk menjaga talent, orang-orang bagus yang saya punya. Sehingga harus saya manage dengan benar talent-talent ditempat saya”, paparnya.

Sementara itu Sandra Sahupala, HR & Administration Director Coca Cola Indonesia kepada HC sempat mengungkapkan pandangan yang hampir senada, “Secara konseptual pengelolaan SDM, konsep ini bertujuan untuk memaksimalkan pengembangan karyawan, mempersiapkan SDM/ talenta yang kompeten di waktu yang akan datang, dan membuat talenta-talenta perusahaan tidak mudah meninggalkan perusahaan (retention strategy).”
“Saya melihat tidak ada kekurangan dalam penerapan konsep ini. Terus terang, apabila sebuah perusahaan mau tetap exist dalam persaingan bisnis masa kini, tidak ada pilihan lain untuk melakukan talent management , karena bila tidak talenta-talenta yang baik akan direkrut oleh perusahaan-perusahaan pesaing”, himbau Sandra.

Implementasi
Saat ini konsep talent management perlahan-lahan mulai dikenal luas dan diterapkan di perusahaan-perusahaan besar. Sebut saja Unilever, Coca Cola, Standard Chartered, HSBC, Citibank hingga Caltex. Sementara itu perusahaan-perusahaan lokal yang telah dan sedang mengadaptasi konsep ini antara lain Wijaya Karya, Bank Mandiri, Bank Central Asia dan MedcoEnergi.
Salmar Ngadikan, Manager of Human Capital Development MedcoEnergi saat ditemui HC sekitar setahun yang lalu sempat mengemukakan bahwa MedcoEnergi sedang berada dalam masa transisi dari CBHRM menuju TBHRM. “Sekarang ini kita sedang transisi kearah talent. Kita juga ingin mengalokasikan source kita kearah yang tepat. Artinya tidak produksi massal tapi yang produksi yang eksklusif lah”, katanya.

Menurut Agustinus, saat ini meskipun implementasi tiap-tiap perusahaan dalam menjalankan talent management berbeda-beda tapi pada dasarnya berawal dari satu konsep dasar yang sama. Dan secara garis besar ada beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan dalam menerapkan konsep talent management di perusahaan.

“Jadi pertama harus selalu berawal dari strategi dulu. Jadi perusahaan harus menentukan talent strategy mereka seperti apa. Supaya tujuan bisnis tercapai perusahaan harus memfokuskan diri pada talent-talent yang dibutuhkan dan menentukan dalam bidang apa perusahaan itu secara kompetensi harus terpenuhi. Jadi core talent, area strategic yang harus dimiliki dan menjadi kekuatan perusahaan harus ketemu dulu.”

Yang kedua adalah talent mapping. Dalam talent mapping, perusahaan secara internal melihat sejauh mana talent-talent yang mereka miliki telah memenuhi kebutuhan core competency dari perusahaan. “Kalau ternyata secara kebutuhan kurang atau ada kebutuhan talent yang sifatnya strategic tapi di dalam belum siap, akhirnya perusahaan coba merekrut dari luar”, tambah Agustinus.

Ketiga adalah fokus pada pengembangan talent apabila kebutuhan terhadap talent telah terpenuhi. proses pengembangan ini dapat dilakukan melalui training, coaching, conceling, dan lain-lain. Sedangkan proses yang terakhir adalah bagaimana kita meretain talent yang ada. “Jadi bagaimana membuat orang-orang yang bagus, yang sudah dikembangkan ini tetap stay di company. Caranya, perusahaan biasanya meramu beberapa system seperti remunerasi, karir path, begitu”, lanjutnya. (adt)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar