Dalam perkembangan terakhir pengelolaan SDM telah banyak digunakan istilah talent
management. Apa sebenarnya talent management dan bagaimana perbedaan talent
management dengan HRM yang telah kita kenal sebelumnya?
Cara pandang. Disitu terletak perbedaannya. Apabila
human resources management menganggap bahwa manusia sebagai sumber daya (yang
dapat terhabiskan), sedangkan talent management justru menganggap manusia
sebagai suatu aset yang perlu dikelola agar terus berkembang. Perbedaan cara
pandang ini amat mendasar sehingga akan mempengaruhi bagaimana suatu organisasi
mengelola manusianya.Kita mulai diskusi ini dengan memaknai talent. Lynne
Morton, seorang thought leader, memberi makna talent yaitu individuals who have
the capability to make a siginificant difference to the current and future
performance of the organization. Kata kuncinya adalah memiliki kapabilitas
untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dengan demikian sebuah organisasi perlu
mampu mengidentifikasi individu yang sesuai dengan makna tersebut. Apakah
seluruh individu memiliki kapabilitas, mungkin saja. Namun yang mampu
menggunakan kapabilitasnya untuk meningkatkan kinerja organisasi secara
signifikan tentunya tidak seluruhnya. Dengan menggunakan pareto law, kita dapat
mengatakan bahwa terdapat sekitar 20 persen dari seluruh individu yang mampu
meningkatkan 80 persen kinerja organisasi secara signifikan.
Dave Ulrich, seorang Guru di bidang HR, memaknai
talent dengan suatu persamaan yaitu talent = competence x commitment x
contribution. Masing-masing faktor merupakan pengali dan bukan merupakan
substitusi. Ulrich mempertajam makna talent yang disampaikan oleh Lynne Morton.
Seorang individu dapat dikatakan sebagai talent apabila kapabel melaksanakan
suatu tugas, mau mengerjakan tugas tersebut dan juga menghasilkan sesuatu dari
pelaksanaan tugas tersebut. Hal ini yang sedikit membedakan pemahaman talent
oleh Ulrich dengan Lynne.
Di dalam melakukan pengelolaan talenta yang
dimilikinya, umumnya organisasi menggunakan prinsip hire, develop and retain
the best people. Untuk itu, dengan menggunakan formula Ulrich, organisasi harus
memahami kompetensi yang perlu dimiliki oleh organisasi untuk memastikan
pelaksanaan tugas dapat dilakukan dengan lancar. Untuk itu organisasi perlu
memiliki profil kompetensi dari keseluruhan individu. Berdasarkan profil
tersebut, kemudian organisasi dapat memutuskan apakah cukup melakukan
pengembangan dari individu yang dimilikinya, atau perlu melakukan rekrutmen
(secara permanen atau temporer) agar kebutuhan kompetensi terpenuhi. Di sisi
lain, organisasi juga perlu berani mengganti individu yang dinilai kurang
kompeten, dengan yang lebih kompeten. Hal terakhir yang perlu dilakukan oleh
organisasi adalah memelihara dan mempertahankan individu yang dimiliki agar
kebutuhan kompetensi untuk mendukung pelaksanaan tugas terpenuhi.
Problematika pengelolaan talenta tentunya tidak
berhenti pada proses di atas saja, tetapi seperti yang dijelaskan dalam formula
Ulrich, organisasi perlu memastikan individu ini memiliki komitmen dan
memberikan kontrbusi kepada pelaksanaan tugas. Untuk memastikan individu lebih
berkomitmen, umumnya hal-hal yang perlu diperhatikan oleh organisasi adalah mewujudkan:
Kejelasan visi organisasi, yang akan memberikan
arahan kepada individu mengenai destinasi pelaksanaan tugas;
Kesempatan, baik kesempatan untuk berkembang mau
belajar;
Pemberian insentif, yakni pemberian penghargaan
yang adil dan kompetitif atas tugas yang telah diselesaikan;
Kesempatan melihat hasil kerja atau dampak dari
pelaksanaan tugas yang dilakukan;
Lingkungan kerja yang kondusif baik dari rekan
kerja maupun pimpinan;
Saluran komunikasi yang memberikan informasi
mengenai apa yang sedang berlangsung dan mengapa; dan
Fleksibilitas untuk menyampaikan dan memilih tugas
yang akan dilaksanakan.
Perwujudan hal di atas akan meningkatkan engagement
dari talenta yang dimiliki oleh organisasi yang berdampak pada produktivitas
individu dan kinerja organisasi secara keseluruhan, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
Hal terakhir dalam formula adalah memastikan
kontribusi individu pada organisasi. Seorang individu dapat saja memiliki
kompetensi yang cukup, dan memiliki komitmen yang kuat namun kemudian tetap
merasa tidak puas dan meninggalkan suatu organisasi karena merasa kebutuhan
untuk berkontribusinya tidak terpenuhi. Hal penting yang perlu dilakukan
organisasi justru berupaya memahami kebutuhan untuk berkontribusi dan kemudian
memberikan kesempatan kepada individu untuk melaksanakan tugas tertentu
sehingga dapat berkontribusi kepada organisasi “sesuai dengan harapannya”.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Ulrich dan istrinya Wendy, seorang
psikolog terkemuka, terdapat tujuh pertanyaan yang perlu diketahui oleh
organisasi yang biasanya mempengaruhi tingkat kontribusi individu, yaitu:
Siapakah saya? Apakah identitas saya sudah sesuai
dengan reputasi organisasi?
Kemana arah perjalanan karir saya dan mengapa?
Bagaimana organisasi akan membantu individu mencapai tujuan karirnya?
Dengan siapakah saya bekerja? Apakah organisasi
membangun lingkungan kerja yang kondusif sehingga seorang individu merasa
nyaman?
Berapa banyak saya mempraktekkan disiplin dan
spiritual? Bagaimana organisasi menghargai hal-hal seperti kerendahan hati,
pemberian penghargaan, ruang untuk melakukan kesalahan, dan lain-lain?
Tantangan seperti apa yang saya inginkan? Bagaimana
organisasi membantu individu untuk memperoleh tugas yang menantang, namun mudah
dan enjoy untuk dilaksanakan?
Sejauh mana fasilitas yang saya dapatkan? Bagaimana
organisasi membantu individu untuk menjaga kesehatan, mendapatkan ruang kerja
yang memadai dan memenuhi kebutuhan finansial?
Apa yang menjadi sumber kebahagiaan saya? Bagaimana
organisasi membantu individu untuk menikmati pelaksanaan tugas.
Apabila organisasi melalui pimpinan membantu
individu untuk menjawab pertanyaan di atas melalui pelaksanaan tugasnya, maka
individu tersebut akan merasa terpenuhi dan akan berkontribusi secara optimal.
Dengan demikian ternyata dimensi dari pengelolan manusia pada suatu organisasi
tidak berhenti pada masalah kompetensi dan komitmen saja, tetapi organisasi
juga perlu memberikan “ruang” kepada setiap individu untuk berkontribusi dalam
pelaksanaan tugasnya. Dengan demikian hal mendasar yang penting dalam
pengelolaan talenta adalah kemampuan organisasi untuk memiliki profil
kompetensi dan kemudian memenuhi kebutuhan kompetensi tersebut, memberikan
infrastruktur pelaksanaan tugas yang meningkatkan komitmen individu dan yang
terakhir adalah membantu individu untuk menjawab kebutuhan untuk berkontribusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar