Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Rabu, 27 Mei 2015

MSDM dan MT

Kalau kita bilang "Si Amin, si Budi atau si Wati gagal dalam mencapai sasaran-sasarannya"... sebelum mengambil keputusan untuk menjalankan PHK, kita juga harus melakukan introspeksi pada kualitas 8 proses inti manajemen SDM lainnya (lihat diagram HR management framework). Introspeksi ini tidak hanya dilakukan pada departemen SDM, karena sejatinya insan-insan organisasi adalah amanah manajemen secara keseluruhan


[HR Management Framework]


 Diagram HR Management Framework menceritakan bahwa tercapainya sasaran organisasi ditentukan oleh perilaku kerja insannya. Manajemen SDM menyelenggarakan 9 proses inti sehingga insan-insan organisasi merasa cukup puas dengan pekerjaannya dan memiliki komitmen kerja yang memadai. Dari kepuasan dan komitmen ini, diharapkan insan-insan tersebut memiliki moral yang baik, produktifitas yang tinggi, tidak pernah absen dan tidak gampang mundur dari tugas. Namun… manajemen juga perlu sadar bahwa insan yang memiliki kompetensi yang cocok dengan tuntutan pekerjaan belum tentu bisa perform bekerja di dalam pergaulan lingkungan organisasi.




[Proses Manajemen Talenta]

 Disiplin manajemen talenta juga patut dipertimbangkan dalam pemikiran tentang organisasi, individu organisasi, serta dinamikanya. Manajemen talenta bermula dengan pemahaman bahwa insan organisasi adalah tanggung jawab manajemen secara keseluruhan, departemen HR adalah penyelenggara proses. Dalam pendapat penulis, manajemen talenta adalah tentang pergumulan manajemen dalam membina insan organisasi berdasarkan bakat, kemampuan, latar belakang, network dan minat pribadi-nya, dalam rangka mencapai sasaran-sasaran organisasi. Manajemen talenta mengenal istilah “talent pool” dan “acceleration pool” sebagai suatu pengelompokan eksklusif insan-insan organisasi untuk dibina oleh manajemen. Dalam hal ini manajemen talenta dapat dilihat sebagai suatu sistem kaderisasi kepemimpinan organisasi dan/atau keahlian.

Knowledge Management
 Sasaran yang ingin dituju dengan Knowledge Management (KM) adalah peningkatan profitabilitas melalui cost reduction dan revenue increase melalui pembelajaran organisasi secara lebih cepat. Inisiatif-inisiatif dan proyek-proyek dengan tema KM diadakan agar informasi, tips&tricks serta pengalaman yang tersimpan di suatu tempat (lemari dokumen/hard-disk/ingatan pekerja) bisa diakses oleh pekerja lain secara aman, efektif dan efisien sehingga pekerja tersebut dapat menyelesaikan pekerjaannya lebih efektif dan lebih efisien.

 Produk KM adalah penyediaan sarana akses informasi yang aman, murah, gampang dan lancar terhadap obyek informasi, keahlian dan kelompok se-penderitaan (baca: information object, experts and communities of practice). Suatu produk KM bisa dinyatakan berhasil apabila ‘laku’ dan bermanfaat; dipergunakan oleh banyak insan dalam organisasi, oleh karenanya knowledge management organization melibatkan keahlian sosiologi.

Bekerja di Era Ekonomi ini


[perubahan struktur organisasi dan paradigma bekerja]

 Apabila anda telusuri ingatan anda, anda akan menerima kewajaran bahwa di era 80-an kita temukan banyak senior-senior yang menasehati junior-junior agar loyal terhadap perusahaan dan/atau pemiliknya, agar nanti bisa disekolahkan ke luar negeri untuk dapat gelar master, dapat rumah di kompleks perusahaan dan bisa berlibur di villa perusahaan, sampai nanti kalau sudah pensiun bisa hidup tenang dan cukup enak.

 Di era ekonomi ini, keniscayaan tadi sudah jadi suatu nostalgia yang bekasnya dapat kita lihat di kehidupan pensiunan, kompleks perumahan perusahaan dan villa-villanya. Insan yang pensiun di era ekonomi ini pada kenyataannya mencari kegiatan/pekerjaan baru… kadang menjadi konsultan, komisaris, pemilik usaha restoran, kebun dan sebagainya. Insan yang belum pensiun, saat ini berada dalam kondisi polemik nostalgia bekerja era lalu… atau sadar betul bahwa ia harus memupuk diri, berkarya sambil belajar dari hari kehari sehingga ia tetap kokoh dan relevan dalam lingkungannya.

 Namun demikian insan profesional masih bertemu dengan polemik kompetisi dan persahabatan di dalam organisasi. Tentang perkara ini, penulis menyarankan insan profesional untuk berlomba-lomba dalam membuat kebaikan, menjauhi perbuatan jahat, berlaku adil dan menolong insan yang membutuhkan pertolongan, memurnikan niat secara berkelanjutan dan bersabar/tabah dalam menghadapi celaan-celaan dalam pergaulan dan proses organisasi.

Ikhlas terhadap suratan hukum dan amanah
 Dalam kenyataannya, kita bertemu dengan insan organisasi yang mampu bekerja lebih dari 8 jam sehari dan ada pula insan yang belum mampu. Kita juga bertemu insan yang dapat menyelesaikan suatu pekerjaan 4 jam dan insan lain yang butuh 8 jam untuk pekerjaan yang sama. Agar dapat adil tentang hal ini, bekerja sebaiknya mengacu pada suatu akad kerja/job description/performance contract yang disepakati oleh pekerja dan perusahaan. Berdasarkannya manajemen dapat berdialog dalam membina insan yang kurang mampu dan juga mengapresiasi insan yang lebih mampu. Selain itu, manajemen juga dapat membangun sistem organisasi dan menjalankan proses-proses HR, KM, Manajemen Talenta… sehingga permasalahan kurang dan lebihnya kemampuan insan organisasi dapat terfasilitasi sebelum berdampak pada budaya organisasi dan motivasi.

 Ketika si Budi ditanya, maka ia jawab “Pak/Bu, upah saya kurang, jadi kalau malam saya kerja di moonlighting.” atau “Pak/Bu, maaf, tiga bulan lalu saya tidak konsen soalnya Ibu saya sedang sakit keras.”, atau “Pak/Bu, kemarin si Budi lembur 3 hari sehingga hari ini ia masuk rumah sakit karena kecapekan.”, atau “Pak/Bu, si Wati yang paling cocok memimpin tim engineering.” atau “Pak/Bu, saya nggak pede karena belum tahu banyak tentang pekerjaan tersebut” atau “Pak/Bu, saya pilih resign daripada mengerjakan tugas itu”. Tentang keenam jawaban tadi, manajemen juga perlu ingat bahwa setiap insan memiliki keterikatan dengan kondisi finansial, sosial, fisik, influensial, intelektual dan juga spiritual-nya.

Tata Kelola pencapaian Sasaran
 Perdebatan kerap kali terjadi ketika tata kelola/kebijakan/prosedur menghambat upaya-upaya untuk mencapai sasaran, atau sebaliknya, fokus pada sasaran membuat insan dalam organisasi kelabakan karena terjadi ketidakteraturan dalam berupaya. Polemik terjadi dengan pembenaran bahwa “tercapainya sasaran akan lebih menjamin bebasnya organisasi dari derita masa depan apabila dibandingkan dengan derita yang harus ditanggung organisasi saat ini dalam berupaya mencapai sasaran” vs. “keteraturan dalam berorganisasi harus ditegakkan, tercapainya sasaran tidak akan dapat dipertahankan apabila terjadi kekacauan organisasi”.

 Orientasi tujuan sangatlah penting, karena tidak jelasnya tujuan dapat membuat kita menjalankan disiplin pengelolaan tanpa substansi. Disiplin pengelolaan pun penting karena tanpanya akan sulit untuk melakukan instrospeksi diri dan kerjasama dalam mencapai tujuan. Karenanya sasaran dan tata kelola harus secara bersamaan dan berkelanjutan diupayakan sehingga selaras, dan upaya ini sepatutnya dimaknai sebagai investasi, bukan biaya.

 “Karena bukan biaya, investasi terbesarnya adalah kesabaran dan ketekunan, tapi apabila organisasi kurang sempat/cukup sibuk mengurusi present untuk memastikan future, mungkin perlu introspeksi tentang ‘keselarasan antara present dan future’, dan ‘proporsionalitas kapasitas + kapabilitas + kompetensi’.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar