Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Minggu, 15 November 2015

Maraknya Corporate University Tanda Ada yang Salah dengan Sistem Edukasi Kita

Akhir-akhir ini perusahaan-perusahaan besar di Indonesia banyak mendirikan Corporate University untuk akselerasi learning dan development karyawannya, sebut saja Garuda Indonesia, Bank Mandiri, dll. Apakah ini adalah hal yang positif? Tidak juga jika kita melihat dari kacamata pendidikan formal di Indonesia.
“Justru ini menandakan ada yang salah dengan sistem edukasi di negara ini,” kata Pambudi Sunarsihanto, Country Human Resources Officer Citibank Indonesia, saat sharing di sesi Accelerating Global Talent Development.
Menjelang AFTA 2015, sistem pendidikan di Indonesia perlu segera berbenah. Untuk menciptakan global talent, Indonesia harus mencetak talent-talent yang memiliki ketiga trait kunci yaitu: Communication, Confidence dan Competence.



Dari segi competence, talent Indonesia tidak kalah dari talent negara lain, orang kita pintar-pintar. Tapi dari sisi communication dan confidence ini lah kunci utama survive di era global. Namun justru softskills ini yang dirasa kurang ditekankan di sistem pendidikan formal kita.
“Di Singapura misalnya, mereka mulai menyadari kekurangan sisi softskills dari system edukasi mereka. Di Perancis, mereka memiliki program apprentice, dimana 30% adalah belajar teori di kelas dan 70% adalah praktek atau magang di perusahaan-perusahaan, sehingga lulusannya siap nyemplung ke dunia kerja,” tambahnya lagi.

Nah, bagaimana dengan Indonesia? Jika tidak ingin terlibas oleh negara-negara lain di free flow of talents saat AFTA 2015 mulai dibuka, somebody must fill this gap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar