Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Minggu, 15 November 2015

Memburu Perubahan dengan Blended Learning

Kecepatan kita belajar harus lebih tinggi daripada kecepatan perubahan, kalau tidak, kita akan menjadi orang yang tidak mendapat bagian apa-apa dalam perubahan tersebut.
Itulah salah satu alasan yang mendasari Telkom untuk mencanangkan blended learning di perusahaan. Blended learning diambil sebagai langkah yang digadang mampu mengakselerasi proses belajar dari talent-talent di Telkom.


Hal ini disampaikan Agus pada acara seminar The 1st Indonesia Digital & Social Learning (IDSL) di hotel Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta. Seminar pertama yang mengupas digital learning di dunia korporasi tersebut diselenggarakan oleh PortalHR.com bekerjasama dengan Telkom Indonesia.
Sebenarnya, apa sajakah pemicu dari transformasi tersebut? Agus Riyanto, Vice Chairman Satgas Telkom Internasional Capability Center mengatakan bahwa perubahan tersebut dipicu oleh beberapa hal, di antaranya VUCA World (Volatile, Uncertain, Complex and Ambiguous), Tren Industri, Borderless Ecosystem, dan Asean Economic Community.

Telkom menginginkan agar karyawannya mempunyai mindset positif sehubungan dengan kondisi tersebut. Tren Industri juga berubah, terutama karena disebabkan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
“Kini kita bekerja dengan player yang borderless, seperti google, apple, itu kan mereka borderless”, ungkap Agus.
Konsep blended learning di Telkom adalah menggabungkan antara cara belajar online dan offline. Pemanfaatan jalur online ini dipicu oleh beberapa alasan seperti kondisi perusahaan yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia dan bahkan luar negeri sehingga sulit untuk bertatap muka, juga karena karyawan Telkom sudah banyak yang muda-muda.
“Karyawan kita kan sebagian anak-anak muda. Mereka adalah generasi yang gadget minded, sehingga dengan online mereka menjadi lebih tertarik dan aktif dalam berpartisipasi,” demikian diungkapkan Agus.
Secara lebih detail, implementasi ini dijabarkan  dengan pemanfaatan beberapa pola kegiatan belajar mengajar. Menurut penjelasan dari Agus Riyanto, pola belajar tersebut diimplementasikan melalui Corporate University, dengan skema 10 persen belajar di kelas, 70 persen call to action atau praktik di lapangan dan 20 persen sisanya adalah coaching atau mentoring oleh manajer.

Di dalam kelas, mereka diberikan materi-materi, gaming session dan juga penguasaan konten. Sedangkan di sesi “call to action” para Telkom Learner diminta fokus untuk mengimplementasikan ilmu-ilmu yang telah mereka dapat ke dalam proyek-proyek nyata di perusahaan. Agar semua proses pembelajaran berjalan interaktif dan dapat dievaluasi, maka para talent juga didampingi oleh manager masing-masing untuk selalu melakukan mentoring dan coaching terhadap kinerja mereka. (*/@yunitew)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar