Kini di era MEA 2015 war for talent antar organisasi telah menjadi kenyataan di depan mata kita. Kebutuhan unit kerja, organisasi dan kepesatan peningkatan perusahaan tidak diiringi ketersediaan penawaran profesional yang sepadan. Hal ini mengakibatkan perang talenta memanas hingga ke level tertinggi. Persaingan perekrutan dan pembajakan talenta profesional bahkan menghadirkan praktik perang talenta di luar batas logika akal sehat. The demands for talent for exceeds supply. Manajemen talenta, tak pelak merupakan salah satu isu prioritas yang paling membuat pusing para eksekutif puncak dewasa ini

Minggu, 15 November 2015

Tahukah Anda Bagaimana Cara Pertamina Mendirikan Corporate University??

POSISI HR AKAN SEMAKIN KUAT sehingga seorang Dave Ulrich, International HR Guru kelahiran Nevada, Amerika Serikat ini pernah mengatakan bahwa pada tahun 2020, peran HR akan sangat dominan dan nilai intelektual seseorang akan dinilai dengan sangat tinggi dan itu layak dihargai dalam bentuk saham.
Statement inilah yang menjadi pembuka Ihsanuddin Usman, GPHR, HRMP selaku VP PertaminaCorporate University dalam acara HR Meet and Talk yang diselenggrakan oleh PMSM (Perhimpunan Manajemen Sumber Daya Manusia) Indonesia yang berlangsung di Jakarta, 26 Februari 2015 dengan mengambil tema “Corporate University dan Pemanfaatannya bagi Peningkatan Kapabilitas SDM & Organisasi.”


Ihsan lantas menjelaskan bahwa Pertamina memiliki bisnis dari upstream to downstream, yang kini positioning-nya bukan lagi sebagai perusahaan migas, namun lebih luas lagi sebagai perusahaan energi. Pertamina memiliki 18 anak perusahaan, 62 cucu perusahaan dan joint venture, sehingga rentang Pertamina Corporate University (PCU) juga mengakomodir kebutuhan akan anak dan cucu perusahaan ini.
PCU sendiri didirikan pada 7 Desember 2012, yang dibuka secara resmi oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yuhdhoyono, yang berpesan bahwa PCU didirikan dengan semangat transformasi. Ihsan mengakui bahwa inisiatif PCU memang berasal dari top manajemen bukan dari bottom-up. Ihsan berujar, “Inilah yang menjadi kekuatan sebuah Corporate University karena kalau prosesnya itu dari bawah, bukannya tidak bisa, namun berdasarkan referensi prosesnya akan amat sangat sulit.”

Ihsan juga menjalaskan bahwa PCU dibangun dengan 3 fondasi. Pertama, bahwa suatu hari nanti, PCU bisa menjadi pride of the country, karena industri energi umumnya dan migas khususnya adalah perusahaan yang melibatkan high technology yang membutuhkan tingkat kemampuan yang tinggi dan ini tidak bisa diperoleh dari proses pembelajaran yang tidak terstruktur. Kedua, PCU akan menjadi desain dari corporate, artinya ketika bicara mengenai teknologi maka itu terkait erat dengan teknologi yang memang dibutuhkan oleh Pertamina. Kalau sekarang bisnis Pertamina masih banyak yang ada di dalam negeri, ke depan Pertamina akan menyasar pasar luar negeri dan PCU diharapkan bisa mendorong kebutuhan-kebutuhan Pertamina untuk bisa mencapai target tersebut. Ketiga, adalah Iconic, artinya bahwa dari SDM Pertamina mempunyai kesempatan luas untuk bisa merekrut orang-orang terbaik di tanah air, dari sisi finansial sangat solid, serta dalam artian leverage yang sangat luas dari Sabang sampai Merauke, sehingga kalau Pertamina tidakiconic, berarti Pertamina tidak bisa menjunjung amanah yang sudah diberikan.
Kemudian apa yang dikembangkan di PCU, masih menurut Ihsan, tidak lepas pendekatan-pendekatan mengenai learning yang selama ini memang sudah dikenal luas. Pertama, dalam pendekatan learning umumnya dilakukan secara generalis, sehingga programnya pun terkesan ‘normatif’, yang ujungnya dampak output terhadap bisnis susah untuk diukur. “Di PCU kami mengembangkan kapabilitas SDM untuk bisa langsung menjawab kebutuhan bisnisnya Pertamina,” kata Ihsan.
Pendekatan yang kedua kalau learning itu sebelumnya lebih bersifat HR Driven, di mana tahapan inistiatifnya selalu datang dari HR division, kemudian HR membaca bisnis, baru HR memberikan solusinya. DI PCU, lanjut Ihsan, business leader harus mau mengambil peran yang sangat signifikan.
“Pendekatan ketiga tentang learning yang sebelumnya lebih banyak belajar di kelas, di PCU kami dobrak pakem tersebut dengan mencoba menerapklan konsep yang banyak didengung-dengungkan sebagai blended learning, 70:20:10, di mana 70% itu on the job, 20% interaksi dan 10% itu melaluiclassroom,” tutur Ihsan sambil ia buka kartu bahwa tahun ini bujet learning mengalami pemangkasan sebesar 48% dengan alasan oil price.
Namun demikian, kondisi ini menurut Ihsan malah mendatangkan berkah tersendiri, karena dia bisa mendorong pembelajaran justru dilakukan lebih banyak di luar kelas. Pendekatan berikutnya mengenai learning adalah penggunaan teknologi yang sudut pandangnya jangan hanya dilihat sebagai penggunaan komputer saja, namun pendekatan teknologi secara luas.
Ihsan juga menjelaskan di 2013 PCU mengambil inisiatif dengan menjadi masing-masing direktur di Pertamina sebagai ‘Dean’ di PCU. “Dari mereka para tol level manajemen ini kita tanyakan banyak why dan didapatkan jawaban yang di banyak critical issue itu kembali lagi terkait denganpeople dan di area itu PCU bisa melakukan intervensi. BOD-lah yang memerintahkan kepada PCU, kira-kira arah yang mau dituju itu ke mana, dan program-programnya seperti apa dan bagaimana program itu ter-deliver dengan baik,” imbuh Ihsan sambil menyebutkan semua inisiatif di PCU harus link dengan HR system.
Untuk memastikan akselerasi transformasi di PCU bisa lebih cepat, Ihsan menjelaskan pihaknya menggandeng berbagai universitas terkemuka di dalam dan luar negeri. Governance di PCU sendiri, selain ‘Dean’nya diambil dari para BOD Pertamina, kemudian menjadi CEO sekaligus sebagau Rektornya, PCU masih diperkuat dengan Advisory Council yang beranggotakan nama-nama yang terkemuka, seperti Rhenald Kasali, Anies Baswedan dan beberapa nama-nama lainnya.
“Tahun ini nama-nama tersebut akan kami review karena seperti Pak Anies Baswedan karena kesibukan beliau sebagai menteri tidak memungkinkan lagi, di samping kontraknya memang akan habis pada tahun ini. Advisory Council ini memiliki peran sebagai spion bagi PCU agar bisa melihat environment di luar itu seperti apa, dan peran kedua mereka sebagai hub untuk bisa menghubungkan dengan environment itu sendiri,” jelas Ihsan sambil menjelaskan bahwa strategi itu bukan di tempat PCU, tapi di-define langsung oleh BOD atau top manajemen, namun bagaimana desain itu kemudian diekesekusi, inilah peran dari PCU yang didukung oleh VP, SPV serta para managers yang sebenarnya menjadi motor penggeraknya.
Sebagai salah satu delivery channel, di tahapan pertama, Ihsan kembali menjelaskan bahwa di Pertamina saat ini ada 45 skill group, atau kalau dulu lebih dikenal sebagai job family, yang tahun ini telah disepakati untuk disederhanakan menjadi 15 skill group, dan statusnya saat ini masin on progress. “Ini yang pertama kali dilakukan dan kalau ada 45 skill group, itu artinya ada 45 program pelatihan yang harus didesain di masing-masing skill group, ini belum termasuk ada beberapa program yang lintas group, seperti enterprise risk management. Penyederhanaan skill group sendiri selain untuk membuat fleksibel juga didapati sekarang sudah banyak orang terbiasa dengan multi tasking. Tahapan selanjutnya kemudian dibuatkan e-katalog yang menjadi acuan delivery program selama setahun,” imbuhnya.
Ihsan ingin menggarisbawahi bahwa perhatian manajemen untuk pengembangan di Pertamina ini cukup tinggi. “Kalau ada sesorang tidak ikut training, surat pernyataan tidak mengikuti training itu harus disampaikan ke VP dan di-approve oleh direktur. Anda bisa bayangkan bagaimana sulitnya prosedur yang harus dilewati oleh seseorang kalau ia tidak ikut mendorong prgram pengembangan kapabilitas SDM di organisasi,” tuturnya lagi.
Dari skill group yang ada, Ihsan meneruskan tahapan berikutnya adalah melakukan competency mapping yang ini dilakukan di divisi HR Strategy. Pihaknya sendiri, lanjut Ihsan PCU kebagian tugas untuk membuat kurikulum learning dan sertifikasinya. “Inilah yang menjelaskan bahwa PCU tidak bisa membuat program secara ujug-ujug, dia harus melihat dari hulunya itu seperti apa, baru kemudian program bisa dirancang. Hal ini dilakukan untuk memastikan setiap program memiliki link dengan HR Strategy yang tengah dijalankan dan diharapkan dari program-program learning tersebut akan memunculkan inovasi-inovasi yang lebih baru, jangan sampai keasyikan belajar tapi bisnisnya tidak berubah,” katanya.
Di akhir presentasinya Ihsan menunjukkan 3 fasilitas utama yang ada di PCU. Pertama adalah kampus pusat PCU yang ada di Kawasan Simprug, Jakarta Selatan, dengan fasilitas lapangan outdoor dan indoor yang nyaman, serta penginapan yng asri. Fasilitas kedua adalah Maritime Learning Centre yang ada di Pulogadung, Jakarta Utara di mana tahun 2014 kemarin, di tempat ini telah menjalankan program yang pesertanya mencapai 60.000 orang dan ini banyak berasal dari negara-negara lain. Sertifikasi yang diberikan oleh Pertamina Maritime Learning Centre ini menurut Ihsan adalah salah satu yang terbaik di dunia, sehingga dijadikan referensi oleh para pelaku bisnis transportasi, dan pemilik kapal yang mengirimkan crew-nya untuk dididik dan dilatih.
“Terakhir kami juga memiliki Health, Safety & Environmental Training Center yang ada di Palembang, Sumatera Selatan, dan ini juga merupakan yang terbaik di Indonesia, di mana tahun lalu kami memfasilitasi kegiatan Indonesia Fire & Rescue Competition dan para juri internasional memberikan apresiasi yang baik dan mengatakan minimal 5 tahun sekali kegiatan kompetisi bisa diadakan di tempat kami ini,” imbuh Ihsan setengah berjualan dan mengajak kepada semua pihak untuk bisa memanfaatkan semua fasilitas yang dimiliki PCU ini. Ihsan pun buru-buru menambahkan soal biaya tidak perlu dikhawatirkan, karena pihaknya tidak benar-benar menjadikan PCU sebagai profit oriented

Tidak ada komentar:

Posting Komentar